Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
TIDAK dapat dipungkiri pandemi covid-19 telah melahirkan krisis multidimensional dengan kecepatan dan skala yang belum pernah dialami sebelumnya. Melewati lintas batas negara, virus ini menjadi guncangan ekonomi global terbesar dalam beberapa dekade terakhir dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia tanpa kecuali. Bank Dunia bahkan menyebutkan hampir seluruh negara, maju maupun berkembang, tak luput dari dampak ekonomi yang berat akibat pandemi ini.
Sementara virus terus menyebar dan menghadapkan dunia pada situasi krisis, negara-negara di dunia perlu merencanakan skenario pemulihan ekonomi sambil hidup berdampingan dengan pandemi. Untuk keluar dari krisis, ekonomi global membutuhkan dukungan penuh dari kebijakan fiskal dan moneter sambil terus mengadaptasi langkah-langkah penanganan krisis jangka pendek dan merencanakan kebijakan yang paling efektif. Tak terkecuali halnya dengan negara-negara G-20.
Beranggotakan 20 negara yang merepresentasikan perekonomian dunia, kehadiran dan kontribusi G-20 semakin menjadi sorotan karena covid-19 faktanya tidak hanya menimbulkan tantangan ekonomi tetapi juga sosial dan politik. Pandemi juga muncul di tengah sejumlah tantangan dan tren global lainnya, mulai dari meningkatnya populisme dan polarisasi, hingga regresi demokrasi dan ketidaksetaraan ekonomi yang terus berlanjut.
Di saat yang sama terjadi kesenjangan yang signifikan antar pemerintah negara G-20 dalam menyusun langkah-langkah yang koheren, cepat, dan efektif untuk memerangi bencana covid-19. Dengan beberapa langkah praktis dan politis, negara-negara G-20 seharusnya dapat menghasilkan sistem pemulihan yang menempatkan dunia pada arah yang lebih baik. Tentunya tidak hanya sebatas memulai pemulihan tetapi juga membantu mencegah terjadinya krisis berikutnya.
Didirikan tahun 1999, G-20 pada awalnya merupakan kelompok yang dirancang untuk menanggapi Krisis Keuangan Asia 1997. Setiap tahunnya akan dipilih presidensi atau tuan rumah secara konsesus berdasarkan sistem rotasi kawasan.
Agenda G-20 sendiri dikoordinasikan melalui “Troika” (tiga pihak), yakni presidensi sebelumnya, saat ini, dan yang akan datang. Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 ke-15 di Arab Saudi telah secara resmi mengumumkan presidensi Indonesia pada tahun 2022.
Presidensi ini tentunya menawarkan kesempatan bagi pemerintahan Jokowi untuk menegaskan kembali kepemimpinan Indonesia sekaligus membantu membangun konsensus di antara kekuatan ekonomi terbesar dunia menuju solusi kolektif terhadap berbagai permasalahan global.
Pulih bersama, tangguh bersama
Tak diragukan lagi pandemi covid-19 akan menjadi agenda utama KTT tahun depan. Terbukti dengan dipilihnya “Recover Together, Recover Stronger” sebagai tema utama yang akan diusung Indonesia dalam pertemuan. Para pemimpin G-20 memang harus seia sekata untuk menghidupkan kembali multilateralisme sebagai satu-satunya cara mengatasi covid-19 dan menghidupkan kembali ekonomi global.
Memegang tampuk presidensi di 2022, Indonesia nantinya perlu memastikan bahwa rencana aksi G-20 dapat membantu masing-masing negara anggota mencapai tujuan mereka. Posisi Indonesia sendiri sebagian besar akan difokuskan untuk mewakili suara negara-negara berkembang yang duduk di luar G-20.
Presiden Jokowi pun telah menggaungkan pentingnya restrukturisasi utang bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan dukungan finansial bagi negara-negara berkembang untuk keluar dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi.
Untuk itu, Indonesia harus mampu mendorong semua anggota G-20 untuk menumbuhkan niat politik yang diperlukan untuk menghidupkan kembali ekonomi global. Indonesia juga harus mampu berperan sebagai pengawal multilateralisme G-20, bukan lagi sekadar berbicara sebagai “negara berkembang”. Keadilan dan inklusivitas di antara negara anggota harus ditunjukkan sebagai nilai-nilai penting bagi G-20.
Agenda Indonesia untuk KTT G-20 tahun depan sudah ditetapkan. Kebijakan untuk pemulihan yang kuat dan masa depan yang berkelanjutan, inklusif dan tangguh serta pentingnya mengembangkan dan mendistribusikan peralatan kesehatan dan diagnostik, khususnya vaksin covid-19 secara merata akan menjadi agenda utama.
Agenda lainnya adalah membangun ekonomi yang lebih ramah lingkungan, mencegah arus keluar modal secara tiba-tiba serta isu tentang krisis utang negara. Untuk memastikan seluruh agenda berjalan dengan mulus, Indonesia tentunya juga harus mempersiapkan jurus-jurus antisipasi “perpecahan politik” di antara negara-negara anggota G-20.
Salah satunya dengan melakukan pertemuan pra-KTT dengan negara-negara besar untuk mendapatkan dukungan politik terlebih dahulu. Konsultasi ini akan menjadi penting jika Indonesia berharap untuk berhasil dalam mengejar reformasi G-20 yang signifikan selama masa presidensinya.(*)
CATATAN:
Ini merupakan salah satu dari 11 karya peserta terpilih dari 76 karya peserta Workshop Penulisan Artikel Populer yang masuk. Workshop ini merupakan sesi ke tiga dari rangkaian pelatihan yang dipercayakan Departemen Komunikasi Bank Indonesia kepada Sekolah Jurnalistik Media Indonesia (SJMI).
Pada pelatihan yang dilaksanakan secara daring, 23-24 September 2021 lalu, diikuti oleh 100 peserta dari Kantor Perwakilan Wilayah se-Indonesia serta Luar Negeri selain peserta perwakilan dari Kantor Pusat.
Workshop hari pertama diisi narasumber dari Media Indonesia (Teguh Nirwahyudi) serta dua narasumber dari Bank Indonesia (Kristianus Pramudito dan Puji Astuti). Pada hari kedua berisi kegiatan evaluasi tulisan dari para peserta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved