Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pembelajaran Jarak Jauh Efektifkah

Aliya Savitri, Unit Khusus Transformasi Sistem Informasi BI
27/9/2021 07:15
Pembelajaran Jarak Jauh Efektifkah
Aliya Savitri(Dok.pri)

AKHIR 2019, dunia heboh dengan pandemi covid-19. Hingga saat ini, virus yang berawal dari provinsi Wuhan, China, itu telah memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi kehidupan kita.

“Era new normal” begitulah sebutan dunia untuk kehidupan kita sekarang. Beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang wajib untuk dilakukan, karena hidup harus berdampingan dengan covid-19.

Salah satu kebiasaan baru yang harus dilakukan adalah menggunakan teknologi terhadap beberapa aktivitas. Misalnya bekerja, kini muncul istilah work form home atau WFH yaitu melakukan segala pekerjaan kantor dari rumah, mulai dari meeting, remote pekerjaan, hingga esign dokumen dapat dilakukan dari rumah dengan menggunakan aplikasi pendukung seperti Mr. Teams, Zoom Meeting, Odoo dan lain-lain.

Tidak jauh berbeda dengan bekerja, aktivitas sekolah juga bahkan kini harus dilakukan secara virtual. PJJ atau pembelajaran jarak jauh adalah istilah yang digunakan terhadap aktivitas sekolah siswa dari jenjang sekolah dasar hingga kuliah.

Semua aktivitas sekolah, belajar mengajar, mengerjakan tugas, Ujian bahkan olahraga juga harus virtual. Siswa tentu saja harus didampingi oleh orangtua saat melakukan PJJ, terlebih mereka yang masih dibawah umur atau belum mengerti penggunaan perangkat IT pendukung seperti laptop, komputer dan handphone. Lantas efektifkah PJJ ini terhadap aktivitas belajar mengajar?

Efektifitas menurut menurut Mahmudi (2015) dalam buku “Efektifitas Sekolah Inkulsif” karya Dr.Amka, M.Si (2020:15) adalah hubungan antara output dengan tujuan. Sehingga dapat dikatakan efektif jika tujuan yang telah dibuat tercapai.

Setidaknya tujuan sekolah selain menimba ilmu, juga menambah relasi atau teman dan mengasah kemampuan non akademis. Dan berdasarkan 6 narasumber yang telah diwawancarai secara singkat, 83% siswa memahami dan mengerti terhadap mata pelajaran yang diterangkan secara virtual terlihat dari nilai ujian yang dicapai baik, namun 83% siswa tidak memiliki hubungan pertemanan atau relasi yang berkembang dan memiliki kemampuan non akademis yang kurang.  

Pemahaman akan mata pelajaran tidak selalu berbanding lurus dengan nilai yang diperoleh oleh siswa. Hal tersebut karena pada prakteknya, saat ujian berlangsung pendamping sering kali memberikan bantuan kepada siswa dan hal tersebut tidak mungkin didapatkan oleh siswa saat ujian tatap muka berlangsung.

Selain menimba ilmu, sekolah juga merupakan sarana untuk bersosialisasi dan memperbanyak teman atau relasi. Bersosialisasi dapat dengan mudah dilakukan jika bertemu langsung, namun akan sulit atau memiliki tantangan sendiri jika dilakukan secara virtual. Tantangan yang dimaksud adalah kurangnya rasa percaya diri untuk berkenalan atau menjalin komunikasi terlebih dengan orang baru secara virtual.

Adanya ketakutan jika orang tersebut tidak baik, terbatasnya komunikasi yang hanya melalui virtual dan lain sebagainya. Bahkan salah satu narasumber yang merupakan siswa kelas 2 SD menyatakan bahwa, dia belum mendapatkan teman sepermainan di sekolah karena saat dia kelas 1 SD metode pembelajaran jarak jauh sudah dilakukan.

Hal serupa juga dialami narasumber lain yang merupakan mahasiswa semester 4. Dia menyatakan bahwa, masih menjalin pertemanan walau secara virtual dan tetap aktif berkomunikasi dengan teman lama, namun menemukan kesulitan untuk menjalin pertemanan dengan teman baru.

Ilmu pengetahuan memang penting untuk kita pelajari, namun kemampuan non akademis juga tidak kalah penting untuk kita asah. Ekstrakulikuler seperti pencak silat, pramuka, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan lain sebagainya merupakan kegiatan yang dapat menunjang skill siswa yang tidak mungkin didapatkan melalui pelajaran formal disekolah.

Adanya keterbatasan saat ini, membuat kegiatan tersebut tidak mungkin dilakukan secara maksimal. Sehingga siswa perlu untuk mengasah skill mereka dengan cara atau melalui alternatif kegiatan lainnya. Misalnya, mengasah kemampuan skill dibidang teknologi informasi atau bahkan menjadi seorang profesional gamer.

Keadaan sosial saat ini sudah berubah. Era new normal membuat kita harus bersahabat dengan teknologi. Sangat disayangkan metode PJJ kurang efektif, karena adanya tujuan lain dari sekolah yang tidak atau belum tercapai.

Perlu adanya dorongan atau cara belajar lain sehingga tujuan lain dari sekolah yaitu untuk menambah teman dan mengasah kemampuan non akademis dapat tercapai. Karena kita tidak boleh lupa, kita lahir sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dan bersosialisasi. Sehingga sudah seharusnya kita membantu generasi anak-anak kita dan atau saudara kita yang masih duduk di bangku sekolah atau kuliah dengan memberikan kegiatan atau aktivitas yang melibatkan orang baru.

Kegiatan tersebut misalnya, membuat kelompok kelas kecil yang terdiri dari maksimal 4 orang anak dan 1 guru pendamping. Mereka akan belajar bersama selama 1 bulan dengan tatap muka, yang dilakukan dirumah siswa secara bergilir.

Tentu pertemuan tidak harus dilakukan secara terus menerus, dapat dilakukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Supaya semakin bertambah banyak teman, bulan berikutnya kelompok kelas kecil dapat berganti anggota sehingga jaringan pertemanan semakin luas.

Peran guru pendamping sangat penting, dalam hal ini tentu saja mereka diharapkan dapat mengeksplorasi kegiatan belajar mengajar, misalnya dapat diselingi dengan berolahraga atau bermain bersama. Dan tentu saja pada akhirnya pemerintah harus dapat mencukupi kebutuhan guru, jika solusi tersebut diterapkan.(*)

 

CATATAN:
Ini merupakan salah satu dari 11 karya peserta terpilih dari 76 karya peserta Workshop Penulisan Artikel Populer yang masuk. Workshop ini merupakan sesi ke tiga dari rangkaian pelatihan yang dipercayakan Departemen Komunikasi Bank Indonesia kepada Sekolah Jurnalistik Media Indonesia (SJMI).

Pada pelatihan yang dilaksanakan secara daring, 23-24 September 2021 lalu, diikuti oleh 100 peserta dari Kantor Perwakilan Wilayah se-Indonesia serta Luar Negeri selain peserta perwakilan dari Kantor Pusat.

Workshop hari pertama diisi narasumber dari Media Indonesia (Teguh Nirwahyudi) serta dua narasumber dari Bank Indonesia (Kristianus Pramudito dan Puji Astuti). Pada hari kedua berisi kegiatan evaluasi tulisan dari para peserta.

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya