Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
INSIDEN kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas I Tangerang yang menewaskan 44 warga binaan mestinya tidak perlu terjadi. Peristiwa tersebut tentunya dapat menjadi gambaran performa Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang telah tujuh tahun menjabat.
Tujuh tahun menjabat sebagai Menkumham, merupakan rekor tersendiri bagi Yasonna. Dia adalah Menkumham terlama sepanjang sejarah indonesia. Tidak ada Menkumham ataupun saat masih bernama Menteri Kehakiman yang jabatannya lebih lama dari Yasonna sejak Indonesia merdeka.
Tujuh tahun tentunya waktu yang cukup bagi seorang pejabat menteri. Menjabat dua periode pemerintahan. Pertama sejak pemerintahan periode pertama Joko Widodo-Jusuf Kalla, penuh menjabat hanya terpotong karena maju sebagai calon legislatif DPR RI dari PDI Perjuangan. Periode kedua pemerintahan Joko Widodo, saat wapresnya berganti , menkumhamnya tetap Yasonna Laoly.
Sebuah ironi, lamanya waktu menjabat ternyata tidak mampu dimanfaatkan untuk membenahi masalah laten LP, kelebihan kapasitas. Belum lagi urusan kelayakan kondisi LP, baik dari segi infrastruktur dan fasilitas pembinaan.
Apalagi terungkap pemicu kebakaran LP Klas 1 Tangerang adalah masalah listrik yang sudah 42 tahun tidak pernah dibenahi. Sebuah ironi, jika masalah listrik pun terabaikan selama sekitar setengah abad, bagaimana untuk memperhatikan para narapidana menjadi individu yang lebih baik.
Pengabaian itu, terlepas karena khilaf maupun kesengajaan, faktanya telah menarik masalah pemasyarakatan di negeri ini ke persoalan paling mendasar yaitu hidup matinya warga binaan. Hidup matinya manusia!
Padahal sejak proses rekrutmen calon menteri oleh Jokowi-JK pada 2014, Yasonna menegaskan untuk membenahi kondisi LP. Awal-awal menjabat sebagai Menkumham, Yasonna berjanji untuk memetakan permasalahan di lembaga pemasyarakatan.
"Saya krimonolog, jadi saya tahu overcrowded itu menciptakan gesekan-gesekan ketidakpuasan, emosi yang tinggi, saya berupaya. Memang membangun LP itu membutuhkan biaya yang besar, tapi kita akan coba lihat, mana yang lebih padat dialihkan ke mana," ujarnya pada 23 Oktober 2014 seperti dikutip mediaindonesia.com.
Namun, jauh panggang dari api. Tujuh tahun berselang, pembenahan itu seakan tidak menampakkan hasilnya. Yasonna yang harusnya sudah hafal luar dalam ikhwal pekerjaannya, masih saja kelihatan tidak membereskan persoalan di LP.
Apalagi melihat besarnya anggaran yang dikelola Dirjen Pemasyarakatan dalam lima tahun terakhir di kisaran Rp5 triliun dan porsinya berkisar 40% dari pagu Kemenkumham. Bahkan, pada 2019, anggarannya sempat mencapai Rp6,11 triliun atau 42% dari pagu kementerian kala itu. Sebagian besar anggaran itu digunakan untuk mengelola LP di Indonesia, termasuk memberi makan para tahanan.
Overkapasitas masih terjadi. Pada kasus LP tangerang, saat kebakaran, warga binaan yang ditampung mencapai 2.072 orang, padahal kapasitasnya hanya untuk 600 orang. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per 6 mei 2021, LP di seluruh Indonesia pun mengalami kelebihan penghuni hingga 131,077%.
Kerusuhan mudah pecah di lp overkapasitas. Dampak dari itu ialah ancaman pada petugas dan masyarakat sekitar. Di zaman Yasonna, Media Indonesia mencatat setidaknya delapan tragedi LP. Di antaranya, kerusuhan LP Lambaro, Aceh Besar yang dipicu ratusan warga binaan tidak mendapat air untuk mandi dan kebutuhan lainnya selama beberapa hari.
Juga pembakaran LP Banceuy, Bandung, yang terjadi karena napi mengamuk dan membakar penjara. Mereka marah karena ada napi yang meninggal dunia. Selain itu juga ada kerusuhan LP Kerobokan, Bali, Rutan Malabero, Bengkulu, Rutan Sianglang Bungkuk, Pekanbaru, dan LP Permisan Nusakambangan, hingga kebakaran LP Klas 1 Tangerang.
Selain itu, dalam kualitas pembinaan, LP kerap dikonotasikan sebagai tempat untuk memperdalam ilmu kriminal, bukan untuk mencapai tujuan mulianya sebagai tempat pembinaan para kriminal untuk kembali ke masyarakat. Baik untuk kasus terorisme, residivis jalanan, maupun kejahatan lainnya.
Selama ini juga publik masih kerap disuguhi berita para bandar yang masih leluasa untuk mengendalikan bisnis narkoba dari dalam penjara Belum lagi urusan penjara-penjara mewah bagi terpidana korupsi. Suasana penjara di Indonesia seringkali menyedihkan dan penuh sesak, tidak berlaku bagi tahanan yang mampu membayar kenyamanan selama di penjara. Ruangan kamar dengan fasilitas penyejuk udara, televisi, kulkas besar, dan kamar mandi pribadi terdengar lebih mirip dengan gambaran hotel daripada sel penjara.
Sehingga, dibutuhkan sosok yang mumpuni dan mampu berkinerja mentereng dalam memimpin LP. Dan untuk jangka panjang, tentu butuh upaya terobosan dari sistem hukum untuk mengurangi overkapasitas. Ada ketidakharmonisan sistem peradilan pidana dalam melihat kondisi kepadatan LP di Indonesia. Di indonesia, 28.241 warga binaan berasal dari tindak pidana narkotika. Seharusnya, sejak awal pengguna narkotika tidak perlu dijebloskan ke penjara. Selama ini pengguna juga dijerat dengan pasal kepemilikan dan penguasaan narkotika yang digolongkan sebagai bandar. Untuk itu, pembenahan harus dilakukan lewat pendekatan rehabilitasi bagi para narapidana pengguna narkoba.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved