Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
TIDAK mengherankan membaca berita koran Victory News (9/8/2021) tentang adanya upaya kriminalisasi atas sebuah pernyataan positif dari Plt Bupati Lembata, Dr Thomas Ola Langoday. Menanggapi pertanyaan wartawan beberapa waktu lalu, beliau tegas menyatakan menolak menerima honor Rp408 juta per bulan selama sisa masa kepemimpinannya menggantikan almarhum Bupati Yentji Sunur (YS).
YS meninggal dunia pada 17 Juli 2021 di RS Siloam, Kota Kupang, setelah terpapar covid-19 dan dimakamkan di halaman resor mewah miliknya di Lembata pada 18 Juli 2021. Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat berbaik hati menerbangkan kembali jenazah YS ke Lembata, kabupaten tertinggal pimpinan YS dua periode (2011-2016, 2017-2022). Sebelum menjadi Bupati Lembata, YS adalah anggota DPRD Kota Bekasi, Jawa Barat, dari PDI Perjuangan (periode 2009-2014).
Pernyataan penolakan honor fantastis oleh Plt Bupati kemudian dikutip dan diterbitkan di sejumlah koran lokal. Pernyataannya itu disambut positif oleh warga Lembata. Berbagai ucapan sanjungan pun disampaikan atas keberaniannya menolak honor sangat besar, melampaui honor seorang Presiden RI. Besaran honor Bupati Lembata tercantum dalam Keputusan Bupati YS Nomor 331/2021. Keputusan itu sudah disetujui oleh DPRD Lembata dan masuk APBD II 2021. Itu artinya dokumen hukum berisi rincian dan besaran gaji Bupati Lembata perlu segera dianulir oleh DPRD. Itu penting untuk memastikan bahwa pernyataan penolakan Plt Bupati Lembata bukan cuma sebuah retorika demi pencitraan semata.
Sayang, pernyataan Plt Bupati Lembata itu memicu reaksi antagonis dari Petrus Bala Wukak (PBW), anggota DPRD Lembata sekaligus Sekretaris Partai Golkar Lembata. Ia menilai, pernyataan Plt Bupati Lembata merupakan 'hoaks dan fitnah'. Maka, seperti dilaporkan Victory News (9/8/2021), Partai Golkar sedang mempertimbangkan kemungkinan menggugat Plt Bupati Lembata secara hukum.
PBW menyatakan, "Pernyataan ini fitnah dan tidak memiliki dasar. Honor yang diterima almarhum Eliyaser Yentji Sunur sebagai Bupati Lembata tidak sampai Rp408 juta." Lebih lanjut, katanya, PBW sudah berkonsultasi dengan Melki Laka Lena dan kuasa hukum untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. Sekali lagi PBW menegaskan, "Ini hoaks dan fitnah." Gamblang terlihat nama Golkar dan nama Melki Laka Lena sedang digiring masuk ke kontroversi lokal produk PBW.
Sayang, penjelasan panjang lebar PBW dalam alinea-alinea selanjutnya di Victory News (9/8/2021) justru membuka ruang bagi pembaca kritis untuk bertanya bahkan mempertanyakan testimoni PBW tersebut. Ada kesan improvisasi dan seolah dipaksakan. Apa pun itu– improvisasi atau kalkulasi hukum yang cermat– tuduhan dan penjelasan PBW bakal bisa kembali mencakar dirinya. Belum tentu wajah Partai Golkar ikut tercakar, bukan?
Diksi pembenaran
Khalayak Lembata, apalagi para pakar dan praktisi hukum, tak mungkin menelan bulat-bulat diksi pembenaran PBW dan produksi kepingan-kepingan kertas yang belakangan mulai disebarkan di media sosial. Salah satu carik kertas ketikan berisi besaran honor di bawah Rp100 juta yang katanya pernah diterima alm Bupati YS. Isi kertas itu dipakai untuk menyokong klaim bahwa honor YS memang tidak mencapai angka Rp408 juta/bulan. Namun kertas ketikan itu sendiri bukan dokumen hukum paling tepercaya dalam proses hukum nanti. Rujukan utama mestinya Keputusan Bupati Nomor 331/2021 yang sudah disepakati DPRD dan tercantum dalam APBD II 2021.
Memang pernyataan sikap dan antagonisme PBW memberikan kesan kuat bahwa ia mewakili Partai Golkar. Kesan keterwakilan ini hal serius secara organisatoris. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana pembaca tahu bahwa PBW benar-benar mendapatkan otorisasi dari partai untuk membuat pernyataan sekontroversial itu? Pernyataan bahwa Plt Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday telah menyebarkan hoaks dan melakukan fitnah. Entahlah, siapa yang difitnah, menurut versi PBW.
Satu hal pasti, rakyat Lembata tidak merasa difitnah. Rakyat tak merasa dirugikan, bahkan justru diuntungkan dengan pernyataan sikap tegas Plt Bupati Lembata yang menolak honor fantastis Rp408 juta/bulan.
Pertanyaan sekarang, sudah siapkah PBW menjaga gawangnya sendiri dari tendangan balik Plt Bupati Lembata, si jago bola, supaya tak sampai kebobolan? Sudah siapkah pula PBW jika ternyata DPP Partai Golkar kemudian menyatakan tidak ikut mencampuri kontroversi lokal antara PBW sebagai anggota DPRD Lembata, tentu bukan sebagai Sekretaris Partai Golkar Lembata, dan Plt Bupati Lembata?
Mustahil DPP Golkar membiarkan diri digiring masuk ke kontroversi lokal itu. Seperti dulu, DPP Golkar juga tak pernah ingin membiarkan diri masuk terlalu jauh urusan kepemimpinan alm YS. Golkar adalah partai pengusung YS menjadi Bupati Lembata periode kedua (2017-2022).
Diam dan membiarkan?
Sayang, Partai Golkar terkesan diam saja. Di sini diam sama dengan membiarkan suatu kebiasaan buruk. Lebih parah lagi, jika membenarkannya. Kebiasaan diam dan membiarkan mungkin sudah lumrah, atau dilumrahkan, dalam politik. Namun jika itu terus terjadi tanpa upaya dekonstruksi atau rekonstruksi, lambat laun akan membudaya. Jika sudah sampai di level itu, upaya dekonstruksi atau rekonstruksi menjadi sangat rumit.
Hemat saya, DPP Golkar perlu memberikan teguran kepada para politisi dan birokrat lokal untuk berhenti menciptakan kontroversi-kontroversi yang bisa melemahkan basis dukungan lokal terhadap Golkar. Pernyataan PBW bahwa Partai Golkar sedang mempertimbangkan kemungkinan memidanakan Plt Bupati Lembata berpotensi mendapatkan backlash, sebuah reaksi perlawanan balik, yang membuat Partai Golkar bisa hancur berkeping-keping.
Apalagi substansi persoalan yang disoroti PBW terkesan diada-adakan. Untuk itu, demi jati diri Partai Golkar, DPP mungkin perlu segera menegur PBW. Ini penting jika Golkar tak ingin dinilai sebagai partai yang suka melakukan kriminalisasi terhadap suara-suara kritis di Lembata.
Golkar bukan YS, bukan pula PBW. Di Lembata, kesan Golkar sama dengan YS sempat kuat. Kecendrungan menyamakan partai dengan figur tertentu bisa berbahaya untuk integritas partai itu sendiri, khususnya tatkala figur tersebut justru banyak menuai masalah. Alm Bupati YS pergi ke alam baka meninggalkan banyak masalah. Perkara dugaan korupsi dalam proyek mangkrak jeti dan kuliner apung di Awololong belum menyentuhnya.
Acap kali, suara-suara kritis di Lembata ditekan dengan memerkarakan pihak-pihak atas dugaan fitnah. Kecendrungan lapor melapor di Lembata tentu tidak seyogianya merefleksikan posisi Golkar. Semoga mata rantai kecendrungan di masa YS tidak dilestarikan oleh para pengurus Partai Golkar di Lembata. Tak tegah melihat integritas Partai Golkar terpuruk di tangan kaum oportunis, kaum yang cendrung mengutamakan kepentingan dirinya, bukan kepentingan partai apalagi rakyat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved