Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kesadaran Ketahanan Kebencanaan

Nirwono Joga Pusat Studi Perkotaan
28/4/2021 05:20
Kesadaran Ketahanan Kebencanaan
Nirwono Joga Pusat Studi Perkotaan(DOK PRIBADI )

SETIAP 26 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB), yang tahun ini mengangkat slogan ‘Siap untuk Selamat’ dan mengusung tema Latihan membuat kita selamat dari bencana. Tujuannya ialah untuk membudayakan latihan secara terpadu, terencana, dan berkesinambungan, guna meningkatkan kesadaran, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan masyarakat menuju Indonesia Tangguh Bencana.

Pada HKB, pemerintah meng­ajak semua pihak meluangkan satu hari untuk melakukan latihan kesiapsiagaan bencana secara serentak. Masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana wajib mengetahui jalur evakuasi dan titik evakuasi yang ada di sekitarnya. Seluruh komponen masyarakat harus ikut serta dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan simulasi kebencanaan.

Kala membuka Rakornas Penanggulangan Bencana 2021 (3/3), Presiden Joko Widodo telah mengingatkan Indonesia merupakan negara berperingkat ke-35 paling rawan risiko bencana di dunia. Tercatat dalam setahun Indonesia dilanda 3.253 bencana (BNPB, 2021). Badai Seroja yang membawa bencana banjir bandang dan longsor di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan gempa bumi di Kabupaten Malang dan sebagian wilayah Provinsi Jawa Timur, yang menimbulkan korban jiwa dan harta, menjadi bukti terkini kerentanan kebencanaan di Tanah Air.

Tanah dan air, dua hal mendasar alam yang telah lama menjamin kehidupan kita dan kota. Alam akan selalu mencari jalan lamanya untuk mendapatkan keseimbangannya. Perubahan alam yang dilakukan dengan tidak cermat bisa berakibat tidak selamat. Setiap kota memiliki kearifan alamnya sendiri, ada bahasa alam di sini. Jejak rekam berbagai bencana alam seha­rusnya menyadarkan kita untuk hidup selaras alam.

 

Membangun kesadaran


Lalu, apa yang harus dilakukan? Pertama, berbekal Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana, pemerintah daerah harus membangun kesadaran kota/kabupaten ketahanan kebencanaan. Selaras Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peta Rawan Bencana (BNPB, Bappenas, 2017) telah memetakan kawasan rawan bencana berupa gunung meletus, gempa, tsunami, likuefaksi, banjir, tanah longsor, dan puting beliung.  

Kota/kabupaten, harus dipersiapkan dapat bertahan terhadap guncangan tanpa gangguan permanen atau gagal fungsi, memiliki kecenderungan untuk memulihkan diri atau menyesuaikan secara mudah terhadap perubahan mendadak atau kenahasan. Mereka dirancang untuk mencegah terjadinya bencana (antisipasi), mengurangi risiko bencana (mitigasi), serta menyesuaikan terhadap perubahan bencana (adaptasi).

Kedua, tim audit tata ruang diturunkan, untuk mengevaluasi dan merevisi peta rawan bencana setiap kota/kabupaten terdampak, peta skala minimal 1 : 25.000, terhadap rencana tata ruang wilayah, rencana detail tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, serta panduan rancang kota/kawasan­ perkotaan/ekonomi khusus/strategis/wisata berbasis mitigasi bencana.

Kawasan permukiman dan ba­ngunan yang hancur terdampak banjir bandang. dan longsor atau gempa bumi menunjukkan, jejak rekam jalur bencana harus ditetapkan sebagai zona merah bencana. Rehabilitasi, rekonstruksi, dan revitalisasi permukiman dan bangunan gedung harus berada di luar zona merah, kawasan terdampak parah dikonservasi untuk  ruang terbuka hijau.

Ketiga, tim ahli bangunan gedung diterjunkan untuk memastikan prioritas penanganan bangunan dalam kondisi baik, aman, dan layak pakai agar dapat ditempati warga. Konstruksi ba­ngunan harus memenuhi standar tahan bencana sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG), Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UUBG, Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan BG dan Pembentukan Tim Ahli Bangunan Gedung.

Rehabilitasi dan rekonstruksi kota/kabupaten pascabencana didasarkan pada kemampuan dan ketersediaan sumber daya alam, manusia, dan dana lokal agar berkelanjutan. Dana pemerintah ditempatkan sebagai stimulan. Proses ini melibatkan warga didukung tenaga konstruksi dan akademisi, bergotong royong membangun rumah sekaligus proses pemulihan trauma.

Keempat, pemulihan fasilitas publik berupa pasar, sekolah, dan tempat ibadah dibangun secara cepat dan darurat semipermanen. Agar aktivitas belajar mengajar, roda perekonomian, dan kegiatan beribadah dapat segera berjalan, penyediaan ruang yang memadai dan fungsional tentu dibutuhkan. Lapangan terbuka dioptimalkan untuk berbagai kegiatan.

Upaya mitigasi bencana harus dilakukan menyeluruh mulai kebijakan, penyediaan dana mitigasi, ketaatan pembangunan berbasis zonasi aman bencana, pendidikan dan pelatihan evakuasi bencana. Edukasi dan literasi masyarakat terkait kebencanaan terus-menerus ditingkatkan melalui simulasi di daerah rawan bencana hingga terbentuk masyarakat tangguh bencana.

Alam merupakan ruang belajar yang menakjubkan, memberikan pembelajaran kesadaran keta­hanan kebencanaan, bagian dari risiko bencana hidup di negeri rentan bencana. Jika kita menjaga alam, alam akan menjaga kita.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya