Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Optimisme saja belum Cukup Pulihkan Ekonomi

Aries Heru Prasetyo Data scientist, Dosen Sekolah Tinggi Manajemen PPM
13/5/2020 06:40
Optimisme saja belum Cukup Pulihkan Ekonomi
(Dok. Pribadi)

SETELAH kurang lebih empat bulan Indonesia didera covid-19, kini ialah saat yang tepat untuk kembali bangkit dan berjuang dalam bidang ekonomi. Betapa tidak? Melansir data Badan Pusat Statistik, angka pengangguran di Indonesia pada Februari telah mencapai 6,8 juta jiwa atau naik 60 ribu secara tahunan.

Ini berarti, dengan asumsi pemerintah bahwa pandemi covid-19 akan berakhir di akhir Mei 2020, total pengangguran terbuka diprediksi mencapai 5,1%. Dari jumlah tersebut, 2,08 juta di antaranya dipicu kebijakan pengurangan karyawan yang dilakukan banyak perusahaan sejak pandemi menyerang Bumi Pertiwi.

Pada tingkat global, International Labour Organization (ILO) mencatat bahwa sejak pandemi memasuki wilayah Asia Pasifik di awal tahun ini, telah terjadi degradasi pendapatan para pekerja khususnya di sektor nonformal (sektor yang paling rentan terhadap krisis) hingga 21,60%.

Angka itu sebenarnya jauh lebih rendah daripada yang terjadi di Eropa, yakni mencapai 70% dan 81% di AS. Kondisi ini diperparah lagi dengan kenaikan risiko bisnis yang dialami setidaknya 42 juta usaha di bidang properti dan 111 usaha di bidang manufaktur. Opsi pengurangan jumlah karyawan demi efisiensi maupun pemotongan sebagian dari komponen gaji diperkirakan akan berujung pada kenaikan angka pengangguran dari sektor formal.


Komitmen

Dengan melihat kekarut-marutan kondisi di atas, sudah sepatutnya kita berkomitmen untuk segera menghentikan laju penurunan kesejahteraan ini. Survei yang kami lakukan terhadap 1.517 profesional muda dengan rentang usia 35-45 tahun selama pekan pertama pada Mei ini menunjukkan adanya optimisme bahwa perekonomian akan berangsur pulih sejak Agustus 2020.

Pada studi itu, 52% responden menyatakan optimisme mereka. Alasan yang diberikan cukup logis bahwa selama kebijakan work from home dijalankan, rata-rata responden menilai produktivitas mereka meningkat sangat tajam.

Target bulanan, yang pada konteks normal tercapai dalam tiga bulan, melalui WFH dapat dicapai dalam waktu kurang dari dua bulan. Produktivitas inilah yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi di semester kedua tahun ini.

Dari sisi pendapatan, lebih dari separuh responden menyatakan mereka mengalami penurunan income bulanan. Hal itu terjadi karena hilangnya uang lembur dan berkurangnya tunjangan baik transpor maupun makan, dengan dalih profesional muda tengah menjalankan kegiatan WFH.

Atas kondisi itu, 72% responden mengaku melakukan pengetatan ikat pinggang dengan mengurangi setiap konsumsi rutin yang kini dinilai tak perlu. Beberapa langganan tayangan baik TV kabel premium, layanan musik premium, maupun tontonan film premium merupakan target dari efisiensi yang dilakukan. Sebaliknya, konsumsi diarahkan ke peningkatan gizi keluarga agar daya tahan tubuh menguat.

Selanjutnya dari beberapa seri pertanyaan yang dapat digunakan untuk memprediksi sektor mana saja yang terdampak paling berat dari covid-19 di Indonesia, diperoleh fakta sebagai berikut: sektor yang menjadi primadona hingga pandemi ini berakhir ialah bahan kebutuhan pokok, supplies rumah tangga seperti jasa laundry, jasa pembersihan panggilan baik untuk rumah maupun kendaraan, dan jasa grooming hewan peliharaan seperti anjing dan kucing. Lalu, produk-produk perawatan diri seperti sabun mandi, sabun cuci tangan, sampo, dan vitamin khusus yang membantu peningkatan efektivitas perawatan diri di masa pandemi. Juga, buku dan majalah mulai bertema fiksi hingga nonfiksi serta produk-produk bagi anak-anak seperti diaper, pakaian, dan sepatu yang semuanya diperoleh secara online.

Fakta di atas sekaligus menyingkirkan sejumlah produk seperti perhiasan, produk elektronik, fashion premium, produk premium di bidang makanan dan vitamin, properti, otomotif, serta industri pariwisata pada kategori yang terdampak oleh pandemi.

Temuan itu menunjukkan bahwa sebagai akibat penurunan income, para profesional muda cenderung untuk terfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok. Bahayanya ialah ketika mereka tak dapat lagi menyisihkan alokasi untuk tabungan dan investasi. Dua keputusan itu (tabungan dan investasi) merupakan motor kedua bagi pertumbuhan ekonomi nasional.


Pendekatan khusus

Lalu upaya apa yang dapat dilakukan sektor-sektor yang terpapar oleh pandemi agar dapat bangkit di semester kedua tahun ini? Studi yang kami lakukan sebenarnya belum menunjukkan adanya tanda-tanda bahwa responden memiliki rencana untuk masuk pada produk-produk tersebut hingga akhir tahun ini. Namun, kita dapat terus mengupayakannya melalui pendekatan khusus kepada pasar.

Salah satu taktik kunci yang dapat dilakukan ialah memanfaatkan masa pandemi ini sebagai momentum untuk membangun brand image produk dan perusahaan.

Iklan atau promosi yang bersifat hard selling perlu segera diganti dengan pesan yang bersifat soft selling. Sebagai contoh, pemanfaatan iklan sebagai penyela tayangan di televisi dapat diganti dengan tampilan iklan selama kurang dari 5 detik pada kotak kecil di sisi kiri bawah televisi sehingga tidak mengganggu tayangan yang tengah dibawakan.

Pada penelitian yang sama, sejumlah besar responden (52%) menyatakan mereka sangat menghargai iklan produk yang hanya ditampilkan di sisi kiri bawah ketika tayangan tengah berlangsung. Mereka bahkan mengaku mengalami perubahan pola pikir khususnya untuk melakukan konsumsi setelah pandemi berakhir. Beberapa di antaranya bahkan menyatakan rencana untuk mulai menabung agar cita-cita untuk membeli produk itu dapat tercapai pada awal tahun depan.

Hasil kajian tersebut menunjukkan konsumen telah mengalami pergeseran khususnya dari sisi perilaku dan preferensi. Karena itu, kunci dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi di semester dua tahun ini ialah melakukan reorientasi bisnis ke produk-produk yang menyasar kebutuhan dasar konsumen.

Keberanian sektor otomotif untuk menghentikan produksi reguler mereka dengan membuat ventilator, atau sektor fashion premium yang kini terfokus pada produksi APD dan masker, kiranya perlu kita apresiasi. Strategi itulah yang akan menghantarkan mereka untuk tetap bertahan di tengah deraan ilikuiditas yang cukup kuat. Tak hanya itu, pola tersebut diyakini akan mampu mempertahankan solvabilitas perusahaan dalam jangka pendek.

Keberanian itulah yang nantinya akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Salam sehat selalu, semoga kita semakin mampu menghadapi ujian ini.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya