Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
TULISAN Usman Kansong di Podium Media Indonesia (18/4/2020) berjudul Stafsus Milediam menarik untuk diulas lebih lanjut. Di kolom rutin tersebut, Usman mengkritik diizinkannya para milenial itu rangkap jabatan. Selain menjabat staf khusus presiden, mereka berposisi sebagai chief executive officer (CEO) di perusahaan startup yang mereka bangun.
Ada dua hal yang dikhawatirkan; pertama, para milenial staf khusus presiden itu pejabat negara yang mesti meng urus negara, dan mengurus negara itu berat.
Kedua, rangkap jabatan bisa memunculkan konflik kepentingan. Pengangkatan tujuh staf khusus (stafsus) milenial Presiden Jokowi awalnya disambut dengan tepuk tangan dan pujian.
Pasalnya, sepanjang sejarah orang-orang yang dipilih masuk ke lingkaran Istana ialah mereka yang berkategori senior bahkan sering diisi oligarki. Presiden Jokowi seharusnya bisa memilih stafsus berdasarkan kompetensi dan pengalaman, bukan berdasarkan umur. Prinsipnya, the right man on the right place.
Pertimbangan Presiden Jokowi mengangkat stafsus milenial waktu itu dirasa cukup kuat di antaranya lanskap demografi, tantangan revolusi industri 4.0, dan target Indonesia Emas 2045. Namun, apakah alasan itu sudah tepat?
Pilihan milenial
Indonesia mengalami bonus demografi sepanjang 2020- 2045. Tidak kurang dari 70% penduduk Indonesia berusia produktif (15-64 tahun). Data Bappenas menyebutkan ada 90 juta penduduk yang masuk kategori milenial. Kecepatan mereka dalam mengoperasikan teknologi untuk mencari informasi dan berkomunikasi secara instan sangat luar biasa.
Tanpa perlu diajari, mereka bisa mempelajarinya sendiri. Tentu ini bisa menjadi senjata yang luar biasa.
Salah satu cirinya, sehari-hari mereka tidak bisa lepas dari gawai.
Begitu juga dengan tantangan revolusi industri 4.0 dan perayaan satu abad kemerdekaan dengan target Indonesia Emas. Dunia saat ini bergerak sangat dinamis. Tidak hanya tantangan di dalam negeri, namun juga global.
Gelombang baru hadir berupa artificial intelligence, big data, internet of things, virtual reality yang akan menggantikan kerja-kerja manusia.
Kita dituntut untuk mampu berpikir kritis dan tidak merasa puas dengan penguasaan dasar saja. Kita perlu mengasah daya imajinasinya hingga tak terbatas. Dari sini akan lahir generasi emas yang bukan sekadar sebagai pengguna teknologi, melainkan juga pencipta teknologi. Di dalam bukunya yang berjudul Imagination, Mary Warnock (1976, hlm 9) dengan apik menuliskan “The cultivation of imagination ... should be the chief aim of education.”
Penjelasan di atas bisa menjadi argumentasi dalam melihat peran milenial dalam membantu kerja-kerja presiden.
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial.
Blunder
Seiiring berjalannya waktu, pujian yang awalnya dilempar kini berubah menjadi nyinyiran hingga cacian terutama bagi warganet. Masyarakat mempertanyakan peran stafsus milenial terutama selama masa pendemi covid- 19.
Banyak yang mempertanyakan posisi mereka yang rangkap jabatan. Padahal tugas sebagai stafsus dalam mengurus negara itu sangat berat, tidak bisa dikerjakan secara paruh waktu.
Mereka yang dianggap menerima fasilitas yang luar biasa plus segenap perangkap pendukung yang ada dinilai tidak mampu memaksimalkan itu semua.
Bahkan, bukannya mengambil peran, malah melakukan blunder. *Andi Taufan Garuda Putra, salah satu stafsus milenial membuat kontroversi setelah diketahui mengirim surat kepada semua camat di Indonesia dengan menggunakan kop resmi Sekretariat Kabinet RI. Surat itu merupakan permohon an agar para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) demi melawan wabah covid-19 yang dilakukan perusahaan priba dinya, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Perbuatan tersebut bisa masuk malaadministrasi. Stafsus milenial yang lain juga pernah melakukan blunder yaitu Angkie Yudistia. Dia sempat mengunggah informasi hoaks terkait cara sederhana mendeteksi virus korona selama 10 detik dengan tarik napas. Informasi itu dia bagikan ke akun Instagramnya.
Beberapa warganet pun mengingatkan Angkie bahwa hal itu hoaks. Namun, pada akhirnya, dia menghapus dan meminta maaf atas postingan tersebut.
Ada lagi, Billy Membrasar menulis biodata di LinkedIn dirinya menjadi satu dari 14 orang yang diangkat menjadi staf khusus presiden.
Dia mengklaim posisinya setingkat dengan menteri. Bahkan, dia juga menyebut posisinya sama seperti Lembaga West Wing di Amerika Serikat, yakni penasihat Presiden Amerika Serikat. Setelah ramai menjadi perbincangan publik, belakangan biodata Billy dalam LinkedIn diubah.
Yang masih hangat Adamas Belva Delvara. Muncul anggapan adanya konflik kepentingan karena perusahaan yang dipimpin Belva, Skill Academy, Ruang Guru, menjadi salah satu mitra program Kartu Prakerja. Namun, Belva menangkis bahwa ia sama sekali tidak ikut dalam proses pengambilan keputusan apa pun di program Kartu Prakerja. Termasuk mengenai mitra yang dipilih.
Dia siap mundur demi menghindari persepsi atau asumsi. Dalam hal ini, Belva harusnya belajar dari Nadiem Makarim yang berani melepas jabatannya sebagai CEO Gojek ketika diangkat menjadi Mendikbud.
Kejadian demi kejadian di atas sontak membuat masyarakat terutama warganet gaduh. Ada yang mempertanyakan peran mereka hingga meminta untuk mundur terutama Andi Taufan Garuda Putra yang dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya. Kaum milenial yang diagung-agungkan dengan segala kelebihannya itu akhirnya perlu juga becermin agar tidak termakan kepercayaan diri dan emosi berlebih, hingga terlalu kencang melaju, malah menabrak akibat gaspol, lupa ngerem.
Terlepas dari ulah yang dibuat para stafsus milenal, tentu kita sepakat bahwa negeri ini sangat membutuhkan talenta anak-anak bangsa yang nantinya akan memegang tongkat estafet masa depan. Kejadian tersebut menjadi pelajaran bahwa milenial memang perlu diberikan ruang, namun tidak bisa dilepas begitu saja. Mereka perlu dikawal, dibimbing, bahkan diawasi agar matang dalam menempa diri.
Menurut penulis, perlu ada evaluasi terhadap posisi strate gis stafsus Presiden bagi milenial yang memiliki tanggung jawab dan wewenang yang sangat tinggi itu, menjadi staf milenial (bukan staf khusus). Posisinya bisa di bawah dan membantu staf khusus Presiden yang sudah memiliki pengalaman. Atau bisa dibuat semacam ‘gugus milenial’.
Kelak ketika dianggap sudah memiliki pengalaman yang cukup dan cakap kompetensinya, baru diberikan kepercayaan menjadi staf khusus. Ini merupakan jalan tengah, karena untuk berinteraksi dan membangun kaum milenial di Indonesia tidak harus menjabat stafsus milenial, bukan?
Pada akhirnya, ketimbang para stafsus milenial melakukan manuver merecoki Presiden Jokowi dan masyarakat yang sedang fokus melawan covid-19, sebaiknya mereka mengikuti saran Usman Kansong supaya menjadi ‘sfatus milediam’, staf khusus milenial yang diam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved