Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Lewat Asian Games, Allah Melawat Bangsa Indonesia

Gantyo Koespradono, Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta
30/8/2018 10:40
Lewat Asian Games, Allah Melawat Bangsa Indonesia
(MI/Seno)

ASIAN Games ke-18 dilangsungkan saat hajatan Pemilu Serentak 2019 -- di dalamnya ada pemilihan presiden -- akan digelar. Paradoks. Banyak orang memerkirakan hawa panas politik di negeri ini akan mendinginkan perhelatan pesta olahraga berkelas dunia itu.

Harap maklum, tentu ada pihak-pihak tertentu (diakui atau tidak) yang berharap Indonesia gagal menjadi tuan rumah Asian Games, baik dalam teknis penyelenggaraan, maupun prestasi para atlet kita.

Berharap Asian Games gagal? Ya, sebab gagalnya Asian Games bisa dijadikan tolok ukur gagalnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dalam Pilpres 2019 nanti mencalonkan kembali sebagai presiden.

Atraksi pembukaan Asian Games (tayangan video Jokowi ke Gelora Bung Karno mengendarai sepeda motor) yang kemudian diributkan sejumlah kalangan (karena ada sebagian adegan berbahaya: Jokowi menggunakan stuntman) membuktikan bahwa ada sekelompok orang yang lagi-lagi diakui atau tidak akan bersorak-sorak jika Asian Games ke-18 tidak sukses.

Sebelum Asian Games digelar, Presiden Jokowi berharap Indonesia bisa masuk 10 besar dalam perolehan medali.

Namun, optimisme ini  ditanggapi secara minor oleh sejumlah tokoh. Pesimisme pun disebarluaskan secara masif, sistematis dan terstruktur lewat berbagai media. Intinya Indonesia nggak mungkinlah masuk 10 besar.

Berupaya meraih kemenangan demi negeri tercinta Indonesia, para atlet terus berjuang berpeluh keringat menggapai 10 besar. Mereka berjibaku mematahkan pesimisme sekelompok orang yang nasioanalismenya pantas kita ragukan.

Diakui atau tidak ketika para atlet kita berjuang mengharumkan nama bangsa, ada seorang emak-emak dan seorang bapak nan-melambai yang entah demi apa dan atas perintah siapa, gencar berkeliling kota memancing keonaran lewat aksi "2019 Ganti Presiden".

Mencoba melihat gegap gempita Asian Games dengan kaca mata iman, saya meyakini Allah saat ini sedang melawat bangsa Indonesia. Tuhan sedang menyempurnakan Indonesia di saat ancaman keterpurukan mengintai negeri ini.

Melihat prestasi Indonesia dalam setiap perhelatan Asian Games (tidak pernah mendapat medali emas lebih dari 10), rasanya memang tidak mungkin kita masuk 10 besar.

Dilatarbelakangi fakta-fakta itu, saya bisa memahami jika Sandiaga Uno meragukan kemampuan atlet-atlet kita. Saya juga memahami jika Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga semasa Presiden SBY, berkomentar nyinyir, "ambisi sih boleh tapi harus realistis, dong!"

Allah melalui Asian Games ke-18 melawat Indonesia. Di luar perkiraan dan logika banyak orang, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya. Saat saya menulis artikel ini, Indonesia telah sukses mengumpulkan 30 medali emas dan berada di posisi keempat, melebihi harapan Presiden Jokowi yang "cuma" berharap masuk dalam 10 besar.

Siapa nyana, Allah yang tengah melawat bangsa ini lewat Asian Games, memakai atlet pencak silat Hanifan Yudani "mendamaikan" Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Sebagaimana kita saksikan lewat tayangan televisi, seusai menerima medali emas, Yudani dengan membawa bendera merah putih naik ke tribun VVIP. Di sana, Yudani tidak saja bersalaman dengan Jokowi dan Prabowo, tapi juga mengajak kedua tokoh yang akan berlaga dalam Pilpres 2019 itu saling berpelukan.

Siapa sangka pula, cabang olahraga pencak silat yang organisasinya dipimpin Prabowo Subianto memberikan sumbangan medali emas terbanyak (10) dalam Asian Games ke-18 buat Indonesia.

Allah sedang melawat Indonesia melalui Asian Games. Siapa sangka aksi emak-emak dan opa-opa melambai yang getol menebar kebencian dan playing victim lewat tagar-tagaran itu akhirnya ditolak di mana-mana.

Lewat Asian Games ke-18, Tuhan membuka mata dan hati bangsa ini bahwa keindonesiaan kita telah selesai. Perbedaan di antara kita justru semakin merekatkan dan memerkaya kita.

Pagi ini saya mendapatkan pesan berantai melalui grup Whats App yang isinya seperti ini (entah siapa yang pertama kali menulis dan maaf saya edit di sana sini):

"Gadis muslimah berhijab dengan perkasa menyabet emas pertama Asian Games 2018, dia adalah Defia Rosmania. Di arena bulutangkis, ada tanda salib ketika Jonathan Christi menyudahi game kemenangan. Saat diwawancara reporter televisi dia bahkan tak sungkan menyampaikan salam bahwa Tuhan Yesus memberkati Indonesia."

"Ada pula Komang Harik Adi Putera, anak Bali yang menyumbang emas pada pertandingan pencak silat. Tampilan indah dan menawan Lindswell Kwok, gadis Budhis keturunan Tionghoa juga menambah pundi emas pada cabang olah raga wushu."

"Terlalu banyak untuk disebut satu per satu putra putri negeri ini yang telah membuat kita bangga. Pertanyaannya apakah mereka semua bertarung di gelanggang olah raga tingkat Asia ini demi dan untuk agama mereka?"

"Tidak! Hanya ada satu cita luhur pada diri mereka yaitu untuk Merah Putih. Untuk Indonesia. Ketika mereka bertanding, kita dibuat terpesona oleh semangat mereka. Kita larut dalam spirit kemenangan. Ada pekikan yang khas dan seragam, yaitu Indonesia, Indonesia, Indonesia."

Lewat Asian Games 2018, Allah melawat Indonesia dan keindonesiaan kita sebenarnya telah selesai sejak dahulu kala.

Pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan Prabowo adalah bagaimana menyadarkan mitra koalisinya yang senang main tagar-tagaran itu menghargai Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.

Dengan begitu aksi atlet pencak silat Hanifan Yudani memayungi Jokowi dan Prabowo dengan Merah Putih bukan sekadar hura-hura.*



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya