Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Warna-Warna Politis

Dony Tjiptonugroho Redaktur Bahasa Media Indonesia
15/7/2018 12:30
Warna-Warna Politis
()

Pemilihan kepala daerah serentak yang dilangsungkan pada akhir Juni tahun ini mengingatkan saya pada pemilu awal 1990-an. Pemilu saat itu diikuti tiga peserta pemilu beda warna.

Partai nomor urut 1 ialah PPP yang memakai warna hijau. Peserta pemilu nomor urut 2 ialah Golkar yang memakai warna kuning. Partai nomor urut 3 ialah PDI yang memakai warna merah. Jadi, tiap partai punya warna berbeda sebagai simbol masing-masing.

Situasinya terasa sederhana, pakai atribut hijau berarti simpatisan PPP, berkuning ria berarti simpatisan Golkar, dan memerahkan tampilan bermakna pendukung PDI. Begitu juga dengan istilah yang muncul, misalnya 'kuning berbaris' atau 'hijaukan Senayan', jelas referennya.

Sementara itu, yang terjadi tahun ini terdapat banyak parpol dan beragam warna. Meski hasilnya hanya ada dua atau tiga kubu hasil koalisi, warna mereka tetap lebih banyak. Kini ada putih yang dipakai sebagai simbol PKS. Ada pula warna yang meriah karena dipakai untuk banyak partai, yakni biru, di antaranya NasDem, PAN, dan Demokrat. Tentu warna klasik hijau dan merah juga dipakai lebih dari satu partai sebagai simbol mereka.

Masalahnya menyebut satu warna tidak lagi otomatis terkait dengan sebuah partai politik. Belum tentu merah itu pendukung PDIP atau hijau itu simpatisan PPP. Sulit memakai warna itu sebagai simbol dalam komunikasi yang terkait dengan parpol seperti dalam Pemilu 1997 dan sebelumnya.

Untungnya, warna yang dipakai masih tergolong warna primer dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia, yakni biru, hijau, kuning, merah, dan putih. Elite parpol dan pemilik suara masih bisa berelasi dengan kata-kata itu.

Anda bisa bayangkan jika warna yang dipakai tidak tergolong warna dasar, misalnya dauk (putih kelabu). Jangan-jangan ada yang menyebutnya sebagai abu-abu saja. Kalau toh tidak keliru kata, istilah yang dimunculkan mungkin tidak senada dengan 'hijaukan Senayan'. Bayangkan 'daukkan Senayan'.

Kalau warna menggunakan kata asing untuk menyimbolkannya, urusan bisa lebih runyam. Mari ambil warna dan simbol yang dipakai untuk dunia otomotif untuk kendaraan. Ada warna modern steel metallic dan bordeaux mica. Bisa Anda bayangkan warna referen atas simbol modern steel metallic dan bordeaux mica?

Warna putih saja bisa disimbolkan sebagai putih yang berbeda dengan white orchid pearl dan snowflake white. Kalau dijejerkan, dua kendaraan dengan dua warna putih itu mungkin akan tampak serupa di mata awam seperti saya meski penjual berkeras membedakannya.

Namun, pemilihan warna dalam penyimbolan partai dan pemilihan kata asing dalam penyimbolan warna kendaraan dalam pandangan saya ada benang merahnya. Yang pertama tentu identitas. Kalau tidak jelas identitas mereka dari hal yang simpel seperti warna, bagaimana untuk hal yang kompleks? Yang kedua faktor penarik perhatian. Tak menarik tak dilirik. Tak dilirik tak dipilih!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik