Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Aksi 'Sowan' Tokoh Oposisi ke Rizieq dan Nasib Demokrat

Gantyo Koespradono, Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta
04/6/2018 18:15
Aksi 'Sowan' Tokoh Oposisi ke Rizieq dan Nasib Demokrat
()

SETELAH para tokoh oposisi 'sowan' ke Ketua Umum Front Pembela Islam Rizieq Shihab di Arab Saudi baru-baru ini, posisi Partai Gerindra, PAN, PKS dan menyusul Partai Bulan Bintang bakal semakin mantap.

Peristiwa yang dihadiri Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan sesepuh PAN Amien Rais langsung atau tidak langsung semakin menguatkan posisi Rizieq yang oleh polisi ditetapkan sebagai buronan.

Pertemuan politik di Arab Saudi itu diakui atau tidak menjadikan Rizieq sebagai tokoh sentral yang dijadikan rujukan bagi tokoh sekaliber Prabowo dan Amien Rais untuk menguatkan posisi mereka sebagai oposisi.

Tak salah kalau ada yang mengatakan bahwa peristiwa bersejarah itu sebagai bentuk pengakuan bahwa sebenarnya Rizieq pantas dinobatkan sebagai "ketua umum" partai oposisi.

Petemuan para tokoh oposisi di Arab Saudi itu bergaung nyaring di dalam negeri. Tak urung koran Indopos edisi Senin (4 Juni 2018) menjadikan aksi "sowan" Amin Rais-Prabowo dan kawan-kawan ke Rizieq sebagai berita utama halaman satu berjudul "Selamat Datang Koalisi Umat".

Koran itu menulis teras berita atau leadnya sebagai berikut: "Koalisi partai oposisi yang selama ini didukung umat Islam bakal segera terwujud. Ini setelah silaturahmi antara imam besar umat Islam Indonesia Habib Rizieq Shihab dengan Prabowo Subianto, Amien Rais dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 di Makkah, Sabtu malam waktu setempat".

Dalam pertemuan itu, tulis Indopos, Rizieq minta agar empat partai, yakni Gerindra, PKS, PAN dan PBB bersatu membentuk koalisi keumatan untuk memenangkan Pilkada 2018 hingga Pilpres 2019.

Mengacu kepada apa yang disampaikan Rizieq, maka secara politis, seperti halnya PAN yang di dalamnya ada Amien Rais yang juga diangkat sebagai sesepuh PA 212, maka Gerindra telah menempatkan posisi sebagai partai Islam.

Saya tidak tahu, kepergian Prabowo Subianto untuk sowan kepada sang imam besar Rizieq apakah sepengetahuan pengurus Gerindra lain yang di dalamnya pasti ada yang Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

Saya menduga, kepergian Prabowo ke Arab Saudi untuk sowan kepada sang imam besar umat sekaligus umroh adalah suka-suka Prabowo, sebab Partai Gerindra adalah miliknya.

Mengapa Prabowo memutuskan untuk terang-terangan merapat ke Rizieq? Sangat mungkin ia -- juga Gerindra -- sudah bosan menjadi partai nasionalis karena di kelompok ini sudah ada PDIP, NasDem, Golkar, PKB, Hanura, dan Demokrat.

Bagi Gerindra, merapat ke komunitas Islam tentu lebih menggiurkan. Apalagi di kelompok ini ada Rizieq sang imam besar yang sekali berteriak, teriakannya bagaikan sebuah fatwa dan lazimnya akan diikuti umat.

Apalagi jika oposisi berkompromi menjadikan sang imam sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo yang naga-naganya tetap akan mencalonkan diri sebagai capres. Manakala kompromi ini benar-benar terwujud, maka tagar "2019 Ganti Presiden" bukan lagi sebuah ilusi. Tahun 2024 menjadi peluang bagi Rizieq untuk tampil sebagai presiden. Mantap, kan?

Ke Mana Partai Demokrat?

Ketika Gerindra, PAN, PKS dan FPI (meskipun sekadar ormas) bersatu, pertanyaan berikutnya adalah ke mana Partai Demokrat?

Sesuai dengan UU Pemilu, partai politik harus punya sikap. Tidak bisa netral. Ia harus mengusung dan mendukung capres. Demokrat tidak bisa lagi hanya memerankan diri sebagai penyeimbang seperti yang sudah-sudah.

Jika dalam Pilpres 2019 Demokrat tidak mendukung atau mengusung capres, maka berkonsekuensi pada Pilpres 2024 partai ini tidak diperbolehkan mengusung capres. Oleh sebab itu dalam menghadapi kontestasi Pilpres 2019, mau tidak mau, Demokrat harus bersikap.

Tipis kemungkinan Demokrat membentuk poros ketiga dan mengajukan capres sendiri, sebab perolehan suaranya di DPR cuma 10 persen, sementara syarat sebagaimana diatur dalam UU Pemilu adalah 20 persen.

Andai pun Demokrat berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sampai sekarang belum menentukan sikap, gabungan suara kedua partai ini juga belum cukup, sebab perolehan suara PKB di DPR pada Pemilu 2014 lalu hanya 9 persen.

Tidak bisa tidak, Demokrat harus memilih bergabung ke koalisi partai-partai pendukung Jokowi yang sudah mapan atau ke koalisi partai oposisi yang kini di bawah kendali Rizieq. Hmm.

Tak ada salahnya, kali ini Demokrat membuang gengsi mempertahankan diri sebagai "penyeimbang" dan bergabung ke oposisi. Demokrat mesti ingat bahwa dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Rizieq lewat FPI-lah yang jelas-jelas mendukung Agus Harimurti Yudhoyono. Demokrat tak boleh melupakan kacang pada kulitnya.

Paling sial, Demokrat bisa bergabung dengan koalisi Jokowi. Naga-naga ke arah sana sudah tercium ketika Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Sabtu (2 Juni) lalu.

Ketika "sowan" ke SBY, tanpa sungkan dan malu, Gatot mencium tangan SBY. Orang awam dengan mudah bisa langsung menangkap pesan apa yang akan disampaikan Gatot. Bisa jadi Gatot ingin agar Demokrat mencalonkan dirinya sebagai presiden. Bisa juga bekal buat Demokrat ketika memutuskan bergabung dengan koalisi agar Jokowi dan partai pendukungnya berkenan memosisikan Gatot Nurmantyo sebagai cawapres Jokowi.

Jika usulan terakhir ditolak, saya menduga Demokrat akan akal-akalan, yaitu tetap mengajukan calon presiden dan cawapres pada detik-detik terakhir tanpa persyaratan lengkap. Otomatis Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menolak, sehingga ada modal bagi Demokrat untuk berdalih bahwa mereka sudah mengusung capres/cawapres tapi ditolak oleh KPU.

Dengan begitu tidak ada alasan bagi KPU sebagaimana diatur dalam UU Pemilu untuk memberikan sanksi kepada Demokrat pada tahun 2024 tidak boleh mengajukan calon presiden.

Sekali lagi, itu cuma dugaan. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi dalam waktu dekat ini. Politik itu cair. (*)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya