Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KEHADIRAN media sosial, dari awal hingga kini, selalu memengaruhi pemakaian bahasa Indonesia, terlebih bahasa gaul. Kalimat-kalimat yang viral di dunia maya yang banyak terucap pun seolah sudah menjadi hal biasa yang tak perlu diperdebatkan. Misalnya, soal kalimat yang saat ini sedang sangat populer di kalangan anak muda, yaitu Kids jaman now. Ungkapan itu ramai digunakan warganet di jejaring sosial, seperti Instagram, Facebook, dan Twitter. Mereka ramai-ramai menggunakan istilah tersebut sehingga muncul istilah yang serupa, yaitu Daddy jaman now, Polisi jaman now, dan Santri jaman now.
Kids jaman now dkk merupakan istilah yang tersusun dari dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Indonesia. Kata kids dan now sama-sama berasal dari bahasa Inggris. Kids artinya anak-anak dan now artinya sekarang/saat ini. Lalu, bagaimana dengan kata jaman yang disisipkan di antara ke dua kata tersebut? Kata jaman sebenarnya berasal dari bahasa Indonesia, tapi penulisannya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Agar sesuai dengan KBBI, penulisan jaman seharusnya diganti menjadi zaman. Dalam KBBI, zaman mempunyai arti jangka waktu yang panjang atau pendek yang menandai sesuatu; masa.
Tentunya, istilah Kids jaman now tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia. Maksud kalimat tersebut ialah anak-anak zaman sekarang atau anak-anak masa kini. Penulisan Kids jaman now tidak tepat karena mencampurkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
Permasalahan kebahasaan itu terjadi karena sebagian besar orang merasa bahasa asing lebih bergengsi jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Mereka merasa kurang hebat dan tidak percaya diri kalau tidak mencampuradukkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Fenomena seperti ini sering terjadi di masyarakat dalam keseharian berbahasa atau berkomunikasi. Sadar atau tidak, pencampuran bahasa asing ke bahasa Indonesia akan menjadikan 'bahasa persatuan ini' menjadi buruk. Lunturnya kebanggaan masyarakat dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar bukan tidak mungkin, jika terus-menerus dibiarkan, membuat bahasa Indonesia di 'Bumi Pertiwi' ini menjadi rusak.
Selain itu, anak-anak muda saat ini lebih senang menggunakan bahasa secara serampangan. Mereka seenaknya menggabungkan bahasa gaul (slang) dengan bahasa asing atau bahasa Indonesia yang seolah berterima begitu saja di telinga dan di lidah masyarakat. Padahal, belum tentu yang mereka praktikkan itu benar.
Kesalahan pemakaian bahasa Indonesia juga dapat terjadi karena pengguna bahasa kurang memahami dan mengerti kaidah bahasa itu, seperti soal EYD, kata baku, dan tata bahasa baku yang kebanyakan diremehkan. Padahal, norma berbahasa itu penting digunakan.
Kasus lain yang serupa dengan kasus tersebut ialah kata unfaedah. Kata tersebut terdiri atas partikel un- dari bahasa Inggris yang menyatakan tidak dan kata faedah dari bahasa Indonesia yang berarti bermanfaat. Jadi, kata unfaedah, berarti 'tidak berguna atau tidak bermanfaat. Pencampuran tersebut tentu tidak sesuai dengan EYD karena partikel un- tidak masuk dalam bahasa Indonesia. Namun, banyak warganet yang secara latah akhirnya menggunakan kata tersebut sehingga menjadi viral seperti sekarang ini.
Memang bahasa dinamis, berubah sesuai perkembangan masyarakat penuturnya. Namun, bahasa juga memiliki aturan dan pedoman yang harus dipatuhi, tidak serampangan dicampuradukkan dengan bahasa asing.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved