Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SUARA riuh penonton dan komentator pertandingan terdengar jelas dari siaran videotron layar lebar Media Centre Piala Dunia Tahun 2023 di Hotel Swiss Bell, Jalan Bintoro Surabaya, yang menyiarkan pertandingan sepak bola antara Argentina dan Jerman di semifinal.
Hampir semua suporter yang memadati ruangan Media Centre berteriak dan jingkrak-jingkrak tatkala salah satu pemain berhasil mencetak gol ke gawang lawan. Mereka meluapkan kegembiraan bahwa tim yang didukung mampu memenangi pertandingan.
Mereka larut dalam kegembiraan, teriakan sesama suporter saling bersahutan selama pertandingan berlangsung. Malam itu menjadi milik para suporter Argentina, dan Jerman yang harus berjibaku untuk merebut satu tiket ke final.
Di Tengah riuhnya pertandingan ini. Di sudut lain, dua orang terlihat hanya tersenyum sambil memegang gawai yang mereka bawa. Sesekali mereka ikut larut dalam kegembiraan bertepuk tangan, sebagaimana suporter lainnya.
“Yes yes gol….” teriaknya lirih. Raut wajahnya terlihat gembira tatkala mendengar ada tim yang berhasil mencetak gol. Namun, setelah itu, lebih banyak diam dan sesekali ikut bertepuk tangan.
Kenapa tidak ikut larut dan gembira sebagaimana suporter lainnya, karena mereka adalah para penyandang disabilitas yang didatangkan Panitia Lokal Piala Dunia U-17 untuk menjaga kebugaran para jurnalis yang datang di Media Centre.
Menikmati
Selama Piala Dunia U-17 berlangsung di Surabaya, panitia Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemeninfo RI) sengaja mendatangkan terapis dari penyandang disabilitas khususnya yang memiliki kekurangan penglihatan, untuk memberi pelayanan jasa pijat bagi jurnalis yang datang usai meliput ajang Piala Dunia U-17.
Meski tidak mampu melihat, naluri sebagai suporter untuk bisa menikmati siaran sepak bola masih sangat dirasakan. “Saya memang tidak bisa melihat, tapi saya bisa mendengar bagaimana teriakan serta serunya komentar di televisi. Dari sinilah saya bisa menikmati dan ikut merasakan bagaimana serunya pertandingan,” kata Rahman salah satu penyandang Disabilitas di Media Centre.
Untuk bisa menikmati pertandingan, Rahman, selalu bertanya ke jurnalis yang hadir guna menanyakan jadwal serta tim mana yang akan bertanding. Kemudian mencatat jadwal tersebut dalam memori ingatannya.
“Begitu dikasih tahu jadwalnya saya ingat ingat sampai pertandingan mulai, setelah itu saya lebih banyak mendengar dari teriakan suporter dan komentar di televisi. Satu satunya bagaimana saya bisa merasakan siaran ini, ya dari mereka,” katanya.
Meskipun tidak mampu melihat, Rahman deg-degkan jika tim favoritnya kalah atau diserang lawan. “Sedih juga kalau mendengar kalah atau lawan menyerang terus menerus. Semua biasa saya rasakan seperti suporter normal,” ujarnya.
Sebaliknya jika tim favoritnya menang, Rahman juga ikut larut dalam kegembiraan. “Ya ikut senang kalau mendengar tim favorit menang. Tetapi ya tidak bisa lompat-lompat cukup duduk sambil tepuk tangan, dan hati gembira,” katanya.
Kurangi penat
Kehadiran para penyandang disabilitas ini mengurangi kepenatan para jurnalis. Usai liputan mereka bisa pijat badan sambil menyaksikan pertandingan sepak bola. “Mereka memang didatangkan khusus untuk memijat jurnalis. Usai liputan capek, bisa pijat langsung,” kata Project Manager Information Center Piala Dunia U-17 2023, Rizky Nur di Surabaya.
Ini sekaligus sebagai bentuk kepedulian dan memberikan kesempatan para penyandang disabilitas dalam Piala Dunia U-17 di Indonesia. Mereka sangat antusias, dan berterima kasih sudah menjadi bagian dari perhelatan besar ini.
Miftah, salah satu PIC Media Centre, mengakui peranan para disabilitas sangat penting. Rata rata dalam satu hari, lebih dari 10 jurnalis yang menggunakan jasa pijat mereka. "Artinya, kehadiran mereka sangat dibutuhkan. Capek liputan terus pijat. Bahkan, satu jurnalis bisa berkali-kali minta pijat,” katanya.
Jurnalis juga merasakan pentingnya kehadiran mereka. Tri Broto salah satu jurnalis televisi mengatakan kerap datang hanya untuk pijat, setelah itu baru liputan. “Meski hanya 20 menit, lumayan bisa merenggangkan otot yang kaku,” katanya.
“Saya jarang menjumpai event olahraga lainnya mendatangkan penyandang disabilitas untuk memijat jurnalis. Ini bisa dijadikan role model untuk kepanitiaan olahraga lain,” tambahnya.
Tidak hanya jurnalis, sejumlah pejabat yang hadir juga merasakan nikmatnya pijatan para penyandang disabilitas. Ada Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi juga ikut menikmati.
Para penyandang disabilitas berharap bisa dilibatkan kembali pada event-event olahraga lain. Selain menambah pendapatan, juga bisa ikut merasakan denyut olahraga yang biasanya hanya dinikmati mereka yang memiliki penglihatan normal. (Faishol Taselan/R-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved