Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KELUARGA Sri Wahyuni Agustina mengaku bangga dengan prestasi atlet angkat besi tersebut yang telah mempersembahkan medali pertama bagi kontingen Indonesia di ajang Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil.
"Responnya bahagia dan sedih. Tapi, sedihnya itu sedih gembira bahkan pas tahu juara di Olimpiade, ibunya sampai menangis," kata ayah kandung Sri Wahyuni, Candiana, 44, di kediamannya di Kampung Bojong Pulus RT4/RW2, Desa Banjaran Wetan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (10/8).
Dirinya mengetahui anaknya berhasil meraih medali perak pada kelas 48 kg di Olimpiade 2016 dari pelatih Sri Wahyuni, yakni Junaedi dan Feni.
"Komunikasi terakhir dengan Si Eneng Yuni (sapaan Sri Wahyuni di keluarganya) itu dua hari sebelum berangkat ke Brasil. Bahkan yang ngabarin ke saya kalau Si Eneng menang itu dari pelatihnya, Bu Feni," katanya.
Menurut dia, untuk bisa meraih prestasi di Olimpiade 2016, anaknya harus menghabiskan waktu sekitar delapan tahun untuk berlatih.
"Dan Alhamdulilah, berkat kerja kerasnya ini, Si Eneng sudah mengumpulkan 32 medali. Mayoritas kalau ikut kejuaraan angkat besi di dalam dan luar negeri Si Eneng meraih juara satu atau dua," kata dia.
Ia menuturkan ketertarikan Yuni terhadap dunia olahraga sudah ada sejak kecil terlebih dirinya juga merupakan atlet maraton yang pernah ikut Porda Kabupaten Bandung awal 90-an.
"Sejak 2012, Si Eneng tinggalnya di mess Bekasi (gedung Persatuan Angkat Berat dan Besi Seluruh Indonesia/PABBSI, Kota Bekasi) dan itu jarang pulang kalau selama di mess," ujarnya.
Saat ini, Sri Wahyuni Agustina, anak sulung dari pasangan Candiana dan Rosita yang lahir di Bandung pada 13 Agustus 1994 tercatat sebagai mahasiswi jurusan hukum, Universitas Bhayangkara, Bekasi, Jawa Barat. (Ant/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved