Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
PERHELATAN Asian Games 2018 sudah memasuki hari ke-12 sejak upacara pembukaan berlangsung 18 Agustus lalu. Namun, hingga saat ini isu penjualan tiket masih menjadi sorotan.
Masyarakat mengeluh kesulitan mendapat tiket yang kabarnya selalu terjual habis secara online. Tapi fakta di lapangan justru terlihat berbeda.
Tiket habis tidak dibarengi dengan penuhnya kursi penonton di stadion. Deputi II bidang administrasi Panitia Pelaksana Asian Games 2018 (Inasgoc), Francis Wanandi tidak menampik fakta tersebut.
Menurut Francis hal ini biasa terjadi di multiajang olahraga.
"Kalau di multicabang itu banyak negara yang hadir untuk menyaksikan, tetapi kebanyakan justru di pertandingan-pertandingan tuan rumah saja yang terjual habis. Tapi, kami memang menjual tiket per cabang olahraga dan berdasarkan sistem penjualan kami itu sudah terjual habis," ujar Francis.
"Masalahnya, per cabang itu kan biasanya lebih dari satu pertandingan, misalkan cabang voli indoor itu ada tiga-empat pertandingan dan biasanya yang penuh hanya saat Indonesia main, sementara negara lain itu kosong, tapi kan karcisnya sama per cabang dan penonton berhak untuk menyaksikan pertandingan mana saja yang mereka minati," lanjutnya.
Francis kembali mencontohkan kasus di final bulutangkis yang berlangsung, Selasa (28/8) lalu. Saat itu, lanjut Francis, ketika pertandingan tunggal putra Jonatan CHristie bertanding di laga pembuka, seluruh kursi penonton penuh.
"Tapi, saat putri yang main penonton banyak yang keluar, begit untuk ganda putra Indonesia main, mereka balik lagi, sementara setelah itu kosong sama sekali karena Indonesia engga bermain. Tapi, kan memang karcisnya berlaku untuk semua nomor bukan per nomor, sama kaya atletik itu karcis berlaku satu hari penuh dari pagi sampai malam," lanjutnya.
Selain itu kursi kosong, isu yang tengah marak dibicarakan adalah tiket yang diborong oleh Perusahaan Badan Usaha Milik Negara dan pejabat pemerintah. Francis mengakui, memang ada pembelian tiket oleh korporasi.
"Kalau ke kita, (pejabat) si engga ad ayang minta ya. Tapi, tiket itu kan sudah diserahkan ke vendor dan kita engga mengontrol siapa yang beli dan untuk apa penggunaannya, kalau misalkan ada BUMN yang memang membeli secara korporasi ya meang sah-sah saja karena memang ada juga yang buat koorporasi, tetapi mereka mau kasih ke siapa itu bukan urusan kita lagi," lanjut Francis.
Francis menambahkan, untuk penjualan sistem online
memang ada pembatasan pembelian tiket untuk empat orang guna menghindari calo tiket.
"Nah kalau korporasi kan sudah terseleksi karen akita sudah tahu siapa yang beli, kalau mereka beli 10-40 karcis misalnya kan ada jaminan dari perusahaannya itu, tapi mereka mau kasih ke siapa yang memang kerja sama dengan mereka ya itu yang tidak bisa kita atur," lanjutnya. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved