DELAPAN peristirahatan dibangun di Jalan Tol Cikopo-Paliman atau lebih dikenal dengan sebutan Cipali. Pembangunan itu bukan untuk kepentingan bisnis semata, melainkan lebih mengedepankan pertimbangan keselamatan pengguna jalan. Maklum, jalanan mulus tanpa kelokan itu kerap membuat pengemudi mengantuk.
Terlepas dari itu, pembuatan rest area atau tempat istirahat (TI) dan tempat istirahat dan pelayanan (TIP) merupakan salah satu syarat tambahan standar pelayanan minimum (SPM) jalan tol yang sudah diundangkan dalam Beleid SPM berbentuk Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 16/PRT/M/2014 tertanggal 17 Oktober 2014. Peraturan itu berlaku efektif enam bulan semenjak diundangkan atau April 2015.
Standar pelayanan minimal (SPM) adalah ukuran yang harus dicapai dalam pelaksanaan penyelenggara jalan tol yang mencakup kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, serta pertolongan/penyelamatan, dan bantuan pelayanan.
"Pengusaha jalan tol harus memenuhi SPM yang baru," ungkap Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Herry Trisaputra Zuna, pekan silam.
Besaran ukuran yang harus dicapai untuk tiap-tiap aspek dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat. SPM jalan tol wajib dilaksanakan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada pengguna jalan tol.
Peraturan itu memuat dua aspek baru yang harus dipatuhi BUJT, yakni pembuatan TIP dan turunannya, serta aspek lingkungan yang mencakup kebersihan, tanaman, dan rumput. Adapun indikator TIP meliputi kondisi jalan, on/off ramp, toilet, tempat makan dan minum, parkir kendaraan, penerangan, pengisian bahan bakar, serta bengkel umum.
Dalam beleid pembaruan dari peraturan tersebut, indikator SPM berkembang dari 18 menjadi 42, terbanyak terdapat pada standar kondisi jalan yang semula hanya tiga indikator bertambah menjadi 15. Di antaranya tentang pengerasan jalur utama, drainaise, median, bahu jalan, dan rounding.
Kecepatan minimal dalam kondisi normal, yakni 40 km/jam untuk tol dalam kota dan 60 km/jam untuk tol luar kota. Antrean di gerbang masuk diizinkan 5 detik sampai 9 detik untuk tol sistem tertutup atau bayar di pintu keluar, dan 6 detik untuk sistem bayar di pintu masuk. Untuk pintu tol otomatis, BUJT diwajibkan mengatur paling lama 4 detik untuk setiap kendaraan.
Kontrol dan kewajiban Herry menambahkan, BPJT akan melakukan pengontrolan secara teratur sehingga ketika terjadi kenaikan tarif tol, apa yang dibayarkan konsumen sesuai dengan apa yang didapat.
Selain masalah jalan, kata dia, BUJT juga harus memenuhi berbagai fasilitas yang sudah ditetapkan seperti ambulans, derek, patroli, lampu, rambu, dan sebagainya. "Itu sudah kita tegaskan dari awal. Kita sangat terbuka dengan laporan dari masyarakat dan akan segera menindaklanjuti. Di luar itu, kita akan melakukan evaluasi rutin setiap sebulan dan evaluasi semester setiap enam bulan sekali."
Menurutnya, pemenuhan SPM bukan pada saat kenaikan tarif tol saja. Pemenuhan SPM adalah kewajiban BUJT setiap saat, setiap hari, dan sepanjang tahun. Pemeriksaan atau evaluasi SPM oleh BPJT, juga tidak hanya dilakukan setiap semesteran, tapi setiap bulan.
Tantangan itu dijawab PT Jasa Marga (persero) Tbk. "Kami memastikan bahwa seluruh petugas operasional di wilayah Jabodetabek sebanyak 4.000 orang siap melayani 2,3 juta volume lalu lintas transaksi yang melintasi jalan tol dengan aman," kata Corporate Secretary Jasa Marga, Mohammad Sofyan.
Keterbukaan soal pelayanan tol disambut baik David, warga Purwakarta, kemarin. "Dengan demikian, masyarakat bisa mengontrol implementasi SPM yang dilakukan BUJT," katanya. (RZ/UL/AS/N-1)