Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

BUM-Des Mengangkat Harkat Perajin Sarung Sutra

Farhan Mattapa/N-2
14/11/2016 03:41
BUM-Des Mengangkat Harkat Perajin Sarung Sutra
(MI/Farhan Matappa)

KEBERADAAN Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) Tammangalle Bisa membawa berkah besar bagi Saliah, 51.

Perempuan perajin sarung sutra Mandar, itu bisa mengantongi hasil Rp1 juta per bulan dari hasil menenun 4-5 lembar sarung sutra.

"Sebelum ada BUM-Des, penghasilan saya paling besar Rp500 ribu. Sekarang kami tidak mengalami kesulitan untuk menjual sarung yang kami hasilkan," papar istri Tuplis, 55, nelayan di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pekan lalu.

Para nelayan di daerah ini biasa melaut hingga 4-6 bulan.

Mereka tidak lagi mencari ikan di perairan Sulawesi Barat, tetapi sudah jauh ke Donggala, Sulawesi Tengah, Teluk Bone, Sulawesi Selatan, bahkan ke perairan Nusa Tenggara Barat.

Saliah mengaku, dengan penghasilannya menenun sarung atau lipa' sa'be, ia bisa membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga.

"Untuk keperluan dapur dan biaya pendidikan anak."

Dalam sistem kekerabatan suku Mandar, yang hidup di Sulawesi Barat, istri juga aktif memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, atau siwali parriq.

Budaya inilah yang menjiwai pendirian BUM-Des Tammangalle Bisa di Desa Tammangalle, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar.

Kepala Desa Tammangalle, Husain Nawawi, mengungkapkan BUM-Des di daerahnya menjalankan tiga unit usaha, yakni kerajinan sutra Mandar, simpan pinjam, dan kios desa.

"Dengan kehadiran BUMDes, kegiatan produksi kain sutra dikelola lebih rapi dalam bentuk kelompok usaha. Kami bekerja sama mulai dari permodalan hingga pemasaran," lanjut Husain.

Saat dibentuk pada 2014, BUM-Des Tammangalle Bisa memiliki modal awal Rp50 juta untuk usaha kerajinan tenun sutra.

Modal berasal dari alokasi dana desa, yang pada saat itu mendapat kucuran dari APBD dan APBN.

Dengan modal itu, BUM-Des merangkul 15 perajin sarung tenun. Kini jumlahnya berkembang menjadi 25 perajin.

Suliah menambahkan sebelum ada BUM-Des penghasilannya minim karena modal yang kecil dan pemasaran yang terbatas.

"Kami menjual langsung ke pasar atau dibeli pedagang yang datang ke rumah dengan harga murah."

Kehadiran Tammangalle Bisa mengubahnya.

Kepala desa yang aktif mempromosikan kain sarung sutra Mandar dengan cara pameran dan lewat daring membuat pemasaran menjadi terbuka.

Sarung buatan perajin dihargai Rp200 ribu-Rp400 ribu.

Selain kerajinan sutra, BUMDes Tammangalle Bisa juga menyalurkan dana tunai untuk peternak, petani, dan nelayan, tanpa agunan dan mengenakan bunga rendah.

Kios desa juga dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga.

"Tammangalle memiliki 562 rumah tangga yang 30% di antaranya merupakan warga miskin. Kami ingin BUMDes ini membantu menyejahterakan mereka," harap Husain Nawawi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya