Industri Gula Kelapa Mendunia Lewat Program Desa Devisa

Lilik Darmawan
09/12/2024 12:26
Industri Gula Kelapa Mendunia Lewat Program Desa Devisa
Petani penderes tengah naik pohon kelapa untuk mengambil nira.(MI/Lilik Darmawan)

SUARA tonggeret terdengar nyaring begitu memasuki Desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng), pada Sabtu (7/12). Sejumlah petani penderes terlihat membawa pongkor sebagai wadah nira. 

Pongkor diberi tali dan dililitkan di bagian perut penderes sebelum naik pohon kelapa. Dalam hitungan kurang dari tiga menit, laki-laki setengah baya itu sudah sampai ke puncak pohon kelapa dengan ketinggian sekitar 15 meter. 

“Beginilah keseharian kami sebagai petani penderes. Pagi-pagi, biasanya naik pohon kelapa untuk mengambil air nira dari pongkor. Pongkor yang kami ambil sudah dipasang pada sore harinya. Begitu selesai mengambil air nira, langsung memasaknya jadi gula,” jelas Badri, 53, salah seorang petani penderes di desa setempat.

Badri merupakan salah satu dari sekitar 18 ribu lebih petani penderes di Purbalingga. Ia juga menjadi bagian dari petani penderes yang memproduksi gula kelapa yang telah berlangsung puluhan tahun lamanya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan kelapa Purbalingga mencapai 5.289 hektare (ha) dengan total produksi 55.600 ton gula kelapa per tahun. Sebagian besar yang sebagian besar berupa gula cetak, sedangkan gula kelapa kristal atau gula semut sekitar 700 ton per bulan. Sehingga dalam setahun baru tercatat 8.400 ton atau hanya 16% saja.

Badri merasakan perubahan nyata terkait dengan pendapatan sejak bergabung bersama Kelompok Usaha Bersama (KUB) Central Agro Lestari di Desa Bumisari. Ia ingat sebelum masuk menjadi mitra, harga gula semut yang diproduksinya hanya berkisar antara Rp12 ribu hingga Rp14 ribu per kilogram (kg). Dia kini tersenyum lega, karena saat sekarang harganya tinggi mencapai lebih dari Rp20 ribu/kg bahkan Rp23 ribu/kg.

“Setiap harinya, saya menghasilkan gula semut antara 8-10 kg. Produksi gula semut tergantung dengan hasil air nira dari pohon kelapa. Semakin banyak air nira, maka jumlah produksi gula semut juga lebih tinggi,” ungkapnya.

Petani penderes lainnya, Susianto, 48, mengungkapkan sejak bergabung dengan KUB Central Agro Lestari, maka ada kepastian pasarnya. Apalagi, produksi gula semut dari Bumisari sudah menembus ekspor. 

“Sejak beberapa tahun lalu, para petani di Bumisari bergabung dengan KUB Centra Agro Lestari, karena merasakan manfaatnya. Di antaranya adalah kepastian pasar dan harga yang dipatok tinggi. Lumayan, jika sehari hasilnya 10 kg, maka minimal bisa mendapatkan Rp200 ribu. Kalau sebulan, rata-rata sekitar Rp5 juta,” kata dia.


Identifikasi Masalah

KUB Central Agro Lestari yang menjadi wadah bersama penderes, lahir di Desa Bumisari. Inisiatornya adalah Sutomo dan kini memiliki posisi di Research and Development. Awal unit ini didirikan didasari atas keprihatinannya pada nasib petani penderes. 

“Saya mulai tertarik untuk melihat problematika para petani penderes. Di desa ini, sebagian besar merupakan petani penderes yang menggantungkan hidupnya pada produksi gula kelapa,” kata Sutomo.

Sebelum mendirikan KUB, Sutomo telah mempelajari persoalan yang dihadapi para penderes sejak tahun 2012. Setelah lima tahun berjalan, Sutomo dapat mengidentifikasi masalahnya dan mulai mencoba memberikan solusi. 

“Identifikasi persoalan dengan cara menggali market gula kelapa dan siapa saja pembelinya. Dan ternyata pasar dunia itu sangat terbuka. Karena itulah, kami mulai membentuk KUB, sehingga produknya nanti dipasarkan bersama dan bisa tembus ekspor ke pasar dunia,” jelasnya.

Dengan membangun KUB, para penderes tidak saja mendapatkan harga yang bagus, tetapi produksinya juga bisa dipasarkan ke berbagai negara.

“Produksi gula semut dari para penderes yang tergabung dalam KUB Central Agro Lestari ternyata diterima di pasar internasional. Dengan menggandeng eksportir, produksi kami telah diterima di berbagai negara mulai dari Amerika Serikat, Australia, Jepang dan, beberapa negara di Eropa,” jelasnya.

Bantuan Pemerintah

Perkembangan usaha dari desa yang cukup terpencil di Purbalingga itu mendapat atensi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Pada 2022 lalu, KUB Central Agro Lestari secara resmi ditunjuk sebagai salah satu lokus Desa Devisa dengan adanya penandatanganan kerja sama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan Kemenperin. 

“Pada waktu mencanangkan Bumisari sebagai Desa Devisa, Ibu Dirjen Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Reni Yanita mengatakan bahwa Kemenperin mendukung dan melakukan pendampingan bagi perkembangan IKM gula semut Purbalingga agar terus eksis dan terus mempertahankan kualitasnya,” kata Sutomo.

Kemenperin aktif dalam melakukan pendampingan, bahkan juga memberikan bantuan dapur bersih sebanyak 30 unit bagi para petani penderes yang tergabung dalam KUB Central Agro Lestari. Misalnya saja, Kemenperin menyosialisasikan prosedur ekspor secara mandiri langsung oleh kelompok. Selain itu, cara mempertahankan kualitas produksi gula.

Salah satu hal penting adalah pelatihan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) yang merupakan sistem manajemen keamanan pangan.

“Sebelumnya, kami tidak tahu apa itu HACCP. Tetapi ternyata, ini sangat penting sebagai upaya untuk mempertahankan kualitas produk pangan yang baik. HACCP dapat diterapkan pada setiap titik rantai produksi pangan, mulai dari bahan baku pangan, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hingga konsumen. Nah, salah satu implementasinya adalah bagaimana membuat dapur yang sehat dan berstandar,” katanya.

Sutomo mengungkapkan selain mendapat pelatihan dari Kemenperin, KUB juga terus berusaha memberdayakan para petani penderes terutama dalam higienitas dalam proses produksi. “Mulai dari kebersihan dan keamanan pongkor, kalau ada yang rusak maka bakal diganti KUB. Kemudian pengaduk, ayakan, saringan sampai ember, semuanya kami yang membantu,” ujar dia.

Sampai saat sekarang, tercatat ada 600 petani yang tergabung dalam KUB Central Agro Lestari. Dari jumlah tersebut, ada 500 petani berasal dari Desa Bumisari. Bahkan, tahun 2025 mendatang akan bertambah lagi 100 anggota. “Jumlahnya cukup besar, rata-rata petani mampu memproduksi 8-10 kg per harinya. Harga dipatok kisaran Rp23 ribu per kg,” katanya.

Setiap bulannya, KUB Central Agro Lestari mampu memproduksi berbagai varian gula kelapa, seperti gula cetak, gula semut, dan lainnya sebanyak 150 ton per bulan.

“Sehingga dalam satu tahun, produksi dapat mencapai kisaran 1.800 ton. Kami terus mempertahankan kualitasnya, sehingga banyak buyer yang bilang tidak mau produk lain selain dari KUB Central Agro Lestari. Pelanggan yang mengatakan itu dari AS, Australia, Jepang, dan sejumlah negara di Eropa. Tentu saja ini membanggakan dan menjadi semangat bagi kami untuk mempertahankan produk,” ungkapnya.

Kini, lanjut Sutomo, pihaknya tengah bersiap menjadi eksportir mandiri. Berbagai persiapan dilaksanakan termasuk mengurus adanya sertifikasi. “Kami menghitung ada sekitar 10 sertifikasi yang harus disiapkan. Yang tidak kalah penting adalah menyiapkan rantai pasok dan keberlanjutan produksi maupun pembelian. KUB Central Agro Lestari terus kebut peningkatan kapasitas produksi, pengembangan rantai pasok maupun warehouse atau gudang penyimpanan,” tambahnya.

Secara terpisah, Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengatakan sebagai salah satu kabupaten sentra gula kelapa, industri ini cenderung stabil, bahkan saat menghadapi pandemi covid-19 lalu. 

“Ketika covid-19 selesai, pertumbuhan ekonomi Purbalingga bisa melesat dari -1,32% menuju 5,42% di atas rata-rata nasional dan provinsi. Salah satu penopangnya adalah industri gula kelapa,” ujarnya.

Pemkab akan terus mendampingi dan mendorong agar industri gula kelapa di Purbalingga tetap mampu bersaing dan diterima di pasar dunia melalui Desa Devisa. (J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya