Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PT Batatsa Tunas Perkasa diduga telah melanggar UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba dan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Perusahaan ini diketahui telah melakukan aktivitas pertambangan galian C tanpa izin di Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Batatsa mengantongin izin di Kabupaten Rokan Hulu.
PT Batatsa diketahui merupakah pemasok tanah uruk untuk PT Rifansi Dwi Putra. Rifansi merupakan perusahaan rekanan operator Blok Rokan mulai dari PT Chevron Pacific Indonesia hingga PT Pertamina Hulu Rokan.
Demikian terungkap dalam Surat Elektronik Terbuka Yayasan Riau Hijau Watch kepada Menteri ESDM tertanggal 2 Januari 2021, terkait status izin IUP OP galian C PT Batatsa Tunas Perkasa.
"Berdasarkan informasi yang kami peroleh, bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rokan Hilir sejak 30 Desember 2021 telah menutup lokasi galian C milik PT Batatsa Tunas Perkasa karena belum ada izin lingkungan," ungkap Yusteng, Ketua Yayasan Riau Hijau Watch.
Namun, lanjutnya, ternyata ada keanehan lain, yaitu menurut keterangan dari PT Batatsa Tunas Perkasa bahwa izin IUP OP galian C yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM melalui BKPM Pusat, lokasi izin di Kabupaten Rokan Hulu itu salah ketik, karena dilampiran peta koordinat terketik di Kabupaten Rokan Hilir.
"Faktanya galian C berupa tanah uruk yang ditambang berada di Kabupaten Rokan Hilir, telah digunakan oleh PT Rifansi Dwi Putra untuk menguruk lokasi pengeboran sejak PT Chevron Pasifik Indonesia beroperasi tahun 2021 hingga sekarang oleh PT Pertamina Hulu Rokan," ungkap Yusteng.
Akibat ketidak jelasan soal kedudukan lokasi tambang menurut izin yang ada, lanjut Yusteng, patut diduga perusahaan tersebut menambang secara ilegal, tentu melanggar UU Minerba Nomor 3 tahun 2020, dengan catatan lokasi yang ditambang di luar kawasan hutan.
"Sehingga, patut diduga PT Batatsa Tunas Perkasa telah melanggar UU Minerba Nomor 3 tahun 2020 dan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup," ungkap Yusteng.
"Oleh sebab itu, mohon berkenan Bapak Menteri ESDM memberikan penjelasan atau menelisik apakah izin IUP OP yang diberikan kepada PT Batatsa Tunas Perkasa benar adanya dan berada di Kabupaten Rokan Hilir atau di Kabupaten Rokan Hulu?" ungkap Yusteng.
Menurut Yusteng, penjelasan hal di atas sangat penting, agar PT Pertamina Hulu Rokan dalam menjalankan operasi pengeboran di Blok Rokan terhindar dari menggunakan tanah uruk yang diduga ilegal.
Sementara itu, masih belum ada keterangan dari Kementerian ESDM mengenai surat terbuka Yayasan Riau Hijau Watch tersebut.
Tak hanya di Rokan Hilir
Sementara itu, menurut keterangan aktivis lingkungan di Siak, Mandi Sipangkar, beroperasinya tambang galian C tanpa izin bukan hanya terjadi di Rokan Hilir saja. Ia mengungkapkan, kondisi yang sama juga terjadi di Kabupaten Siak.
"Tanah uruk (galian C) di Kabupaten Siak tepatnya di Kecamatan Minas yang diperuntukan penimbunan lokasi sumur minyak, tidak mengantongin izin," ungkap Mandi Sipangkar.
Mandi mengatakan, ia bukan mempermasalahkan izin, sebab yang ditambang adalah tanah konsesi PHR. "Yang jadi pertanyaan apakah ada jaminan reklamasi penghijauan ke depan? dan dampak lingkunganya bagaimana?," ungkap Mandi Sipangkar. (RO/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved