Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kisah Air dari Kaki Gunung Manglayang

Iis Zatnika
14/6/2021 23:48
Kisah Air dari Kaki Gunung Manglayang
Seorang pekerja memasukan air kedalam tangki mobil di stasiun pengisian air minum di Cibinong, Bogor, Jawa Barat.(ANTARA/str-Jafkhairi/Koz/pd/05.)

Kucuran air mengalir deras dari pipa berdiamater sekitar 25 cm itu, mengalir menuju lubang tangki bercat kuning. Di sebelahnya, kegiatan serupa pun terjadi, truk parkir, pipa dibuka dan sebanyak 5.000 liter air yang diklaim sebagai air pegunungan itu berpindah dari bak penampungan menuju tangki.

Di lokasi pengisian tangki air minum di Jalan Tanjakan Panjang, Ujung Berung, Bandung itu terdapat tiga pipa pengisian yang silih berganti dioperasikan. Truk-truk yang hilir mudik, warnanya tak seragam, namun semuanya menuliskan kata 'air pegunungan' besar-besar di tangkinya.

Di sepanjang jalan yang terus menanjak yang bermula dari kawasan alun-alun Ujung Berung, Kota Bandung, Jawa Barat, menuju Jalan Cigending hingga Tanjakan Panjang, sejumlah lokasi pengisian tangki air minum bisa dijumpai. Klaimnya, sumber air berasal dari Gunung Manglayang yang secara geografis masuk ke Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Ketinggian puncaknya sekitar 1818 mdpl dan Cigending hingga kampung diatasnya, Bukit Tunggul, termasuk area kaki Gunung Manglayang yang termasuk pembentuk cekungan Bandung, bersama Gunung Tangkuban Perahu, Burangrang hingga Gunung Masigit itu.

Dari kaki gunung Manglayang, setelah melalui jalanan sempit, air-air dalam tangki itu pun mengalir sampai jauh. Dari proses pengisian yang tampak bersahaja, air kemudian sampai ke depot-depot air minum isi ulang hingga akhirnya tiba di galon-galon yang dipasang dalam dispenser di rumah-rumah.

Kegiatan serupa, pengisian tangki air minum, juga bisa kita jumpai di antaranya di kawasan Citeureup, Kota Cimahi, hingga Cibinong dan Ciawi, keduanya di Kabupaten Bogor. Sebagian dengan tampilan tangki dan lokasi pengisian bersahaja, namun ada pula yang sudah menempati lokasi yang lebih rapi, air tak dibiarkan mengucur deras dari pipa hingga sebagian tumpah, namun disalurkan dengan semacam pipa penyambung yang terhubung langsung ke tangki. Khusus buat air minum dari Bogor.  

Bening saat dikucurkan dari sumbernya, jernih pula tampilannya di gelas, namun amankah air minum itu saat memasuki tubuh kita?
 
<b>Risiko Bakteri<P>
Peneliti dari Universitas Padjadjaran yang menulis laporan riset tentang depot air minum isi ulang, Sri Yusniati I. Sari dalam Webinar yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama Alo Dokter, belum lama ini menyatakan, sekitar 48% masyarakat menengah ke bawah di perkotaan menggunakan air kemasan dan isi ulang untuk memenuhi kebutuhan air minum di rumah tangganya. Alasannya, praktis dan murah.

Data menunjukkan, pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di DKI Jakarta meningkat hingga 800%, namun kualitas nya berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan itu. Nyatanya, sekitar 40% galon isi ulang dan 25,3% keran outlet mengandung bakteri E. coli yang bisa menjadi pemicu diare, penyakit yang menjadi penyebab kematian utama bagi balita.

"Masyarakat harus lebih berhati-hati karena masih banyak sekali DAM yang tidak resmi dan tidak mematuhi  standardisasi pemerintah. Air minum yang jernih dan tidak berasa belum tentu bebas dari bakteri," ujar Sri Yusniati.

Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Gastroenterologi-hepatologi Kaka Renaldi menjelaskan, kualitas air yang buruk bisa mendatangkan berbagai penyakit. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, kata Kaka, menunjukkan masih cukup banyak masyarakat yang memanfaatkan sumber air yang tidak terlindungi. Ini berbahaya karena rawan bakteri berbahaya seperti Pseudomonas, Klebsiella, Enterobacter, Salmonella, dan E. coli. Bakteri-bakteri ini bisa menyebabkan macam-macam penyakit. Mulai dari diare, muntaber, muntah darah, dan bahkan sampai buang air besar yang mengeluarkan darah.

"Harus cermat dan berhati-hati, lebih baik memilih air minum yang kualitasnya benar-benar terjamin, berasal dari sumber air yang terlindungi, memenuhi standarisasi dan memiliki sertifikasi dari badan regulasi," ujar Kaka.

Dampak pandemi
Kewaspadaan serupa juga disuarakan Firdaus Ali, Pendiri dan Pimpinan Indonesia Water Institute (IWI) sekaligus Staf Ahli Kementerian PUPR Bidang ESDM. Ia menyatakan, selama pandemi covid-19, masyarakat semakin membutuhkan air bersih untuk dikonsumsi, sehingga telah terjadi peningkatan konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) sebagai alternatif sumber air minum.

"Sekitar 88% responden kami menggunakan kemasan galon dan sisanya menggunakan beragam jenis kemasan, seperti botol dan gelas. Meski sudah adanya peningkatan untuk menjalani hidup bersih, masyarakat dianjurkan untuk terus melakukan pengecekan keamanan dan kualitas air kemasan, dengan memperhatikan produk yang telah memiliki sertifikasi BPOM, melihat tempat penyimpanan airnya, pengelolaannya dan lokasi pendistribusiannya,” kata Firdaus Ali.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya