Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Ini Upaya Deradikalisasi Yudi Zulfahri di Aceh

Ferdian Ananda Majni
03/4/2021 21:29
Ini Upaya Deradikalisasi Yudi Zulfahri di Aceh
Ilustrasi(MI Grafik Terbit)

MANTAN teroris di kamp pelatihan di Jalin, Jantho, Aceh, Yudi Zulfahri mengatakan dalam upaya deradikalisasi pihaknya selalu berfokus pada dua hal yakni terkait kegiatan harian dan pemahaman. Meskipun kedua hal itu belum sepenuhnya maksimal.

"Untuk aktivitas, karena kawan-kawan kalau sudah pernah masuk (teroris) terus keluar sehingga sulit mencari pekerjaan. Sedangkan kemampuan kewirausahaan mereka tidak semua punya," ujar Yudi saat dihubungi, Sabtu (3/4).

Baca juga: Pertemuan Membangun Agen Perdamaian Melawan Terorisme

Dia tak memungkiri bahwa upaya deradikalisasi juga membutuhkan bantuan pemerintah dalam pembinaan kewirausahaan dan kemandirian bagi para mantan narapidana teroris tersebut.

"Ini penting, supaya kawan-kawan ini ada kegiatan sehingga akan jauh dari hal-hal seperti itu. Selama ini yang kita lakukan dan berdiskusi dengan kawan-kawan tentang pemahaman sekarang mereka bagaimana, kita lakukan terus," tuturnya

Dia menyebut bahwa pembinaan kewirausahaan dan tentang pemahaman mereka membutuhkan waktu lama. Apalagi, di yayasan miliknya ada 16 orang mantan narapidana teroris yang rutin mengikuti kegiatan tersebut.

Yudi menjelaskan keterlibatan alumni pelatihan militer di Jalin Jantho Aceh Besar dalam aksi terorisme berkurang sejak 2016. Sebaliknya, aksi terorisme yang marak terjadi saat ini dilakukan oleh pemain baru.

"Alumni Jantho banyak yang sudah bagus ya, sudah sadar dan keluar dari lingkaran itu. Jadi yang terlibat itu banyak pemain baru sekarang," jelasnya.

Yudi menjelaskan bahwa kelompok-kelompok radikal itu menyasar generasi milenial. Sebab, mereka lebih mudah dipengaruhi daripada generasi sebelumnya.

"Di era media sosial, anak-anak milenial ini tidak terbiasa untuk menyaring berita atau informasi yang didapat sehingga begitu mudah diterima," lanjutnya.

Berbeda dengan cara yang dilakukan kelompok radikal dahulu, kata Yudi, orang akan terpengaruh dengan ideologi ketika bertemu langsung. Namun generasi milenial lebih mudah terpengaruh dengan intensitas interaksi di media sosial.

"Kalau dulu harus ada waktu khusus untuk ketemu, tidak bisa setiap hari. Kalau media sosial ini setiap saat muncul. Apalagi kalau sudah like satu postingan maka dia akan mencari terus postingan lainnya," terangnya.

Yudi mengimbau generasi milenial tidak mudah terpengaruh dengan postingan atau ideologi kelompok radikal yang disebarkan melalui media sosial. Sehingga jika seorang mendapatkan suatu pemahaman sebaiknya dikonsultasikan dengan para tokoh agama.

"Memang gerakan-gerakan ini memanfaatkan media sosial untuk menjaring atau menyebarluaskan pemahaman. Jadi (generasi milenial) kalau belajar agama jangan melalui media sosial tetapi media sosial hanya pendukung. Yang utama harus dengan para tokoh agama terpercaya di lingkungan mereka," pungkasnya.

Diketahui Yudi termasuk orang yang ditangkap dalam penyerbuan polisi di Krueng Linteng, Jalin, Aceh Besar, pada 22 Februari 2010 silam. Setelah menjalani persidangan Yudi divonis 9 tahun penjara. Yudi kemudian mengajukan banding, kasasi, hingga Peninjauan Kembali. Namun Hakim di Mahkamah Agung tetap memutus Yudi dengan 9 tahun penjara.

Kini Yudi mendirikan Yayasan Perdamaian Jalin dengan menyasar kelompok berpaham radikal yang menurut Yudi hingga saat ini masih ada di Aceh. (Fer/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya