Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Bergantung Lebih pada Guru

Januari Hutabarat
18/11/2020 04:40
Bergantung Lebih pada Guru
Pembelajaran Jarak Jauh Selama Masa Pandemi(PandemiSumber: Kemendikbud/Tim Riset MI-NRCPoin)

SUDAH 9 bulan, Bontor Hutasoit terus memotivasi tenaga pendidik di wilayahnya untuk bekerja lebih. Pasalnya, di daerah mereka, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, belajar daring seperti yang juga berlaku di daerah lain, sangat terkendala jaringan seluler.

“Banyak lokasi tidak bisa mengakses internet. Belajar di kelas tidak bisa kami lakukan, pun belajar secara daring kami menghadapi kendala besar,” kata Kepala Dinas Pendidikan Tapanuli Utara, itu, kemarin.

Karena itu, di masa pandemi, mau tidak mau, Bontor memerintahkan para guru mendatangi anak didik. Anak-anak dikumpulkan dalam kelompok kecil di sejumlah lokasi dan guru mendatangi mereka satu per satu.

“Guru SD dan SMP kami wajibkan datang ke rumah-rumah siswa. Mereka disatukan dalam kelompok-kelompok kecil, karena kami tetap harus menerapkan protokol kesehatan,” lanjutnya.

Untuk membantu transportasi guru, sekolah diizinkan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah. Besarnya disesuaikan kemampuan keuangan setiap sekolah dan hasil rapat dengan pihak komite.

Di daerah ini jumlah SD mencapai 386 lokal dan SMP mencapai 80 unit, negeri dan swasta. Tidak semua wilayah terlayani jaringan internet. “Karena itu, kualitas anak didik di masa pandemi ini sangat bergantung pada niat dan tekad para pendidik,” tambah Bontor.

Arjun Hutajulu, 12, siswa di SD Garoga, mengaku harus meminta uang Rp15 ribu setiap 5 hari sekali untuk mengisi paket internet. “Di tempat saya, jaringan internet juga sering hilang, sehingga saya ikut bergabung dalam kelompok yang langsung didatangi guru.”

Ponsel pinjaman

Di Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung, juga bukan persoalan mudah menggelar kegiatan belajar mengajar secara daring. Di SMP Negeri 1 Koba, misalnya, sejumlah orangtua mengangkat tangan tanda menyerah saat anak-anak mereka diharuskan belajar dari rumah.

Mereka tidak memiliki piranti telepon seluler pintar. Padahal, sekolah itu sudah menyiapkan aplikasi Spensa Koba Pacak sebagai bahan belajar secara daring.

Hana Meilani, Kepala SMP Negeri 1 Koba pun harus bersiasat. Dengan uang kas yang dimiliki sekolah, ia membeli 80 ponsel. Telepon dipinjamkan kepada anak-anak dari keluarga yang kurang beruntung.

“Mereka hanya diizinkan menggunakan ponsel selama pelajaran berlangsung. Kebijakan itu kami tempuh dalam upaya meningkatkan kualitas belajar siswa di tengah pandemi, sekaligus memberi kesempatan yang sama kepada semua siswa, meski ada di antara mereka yang kurang mampu,” tambah Hana.

Dalam masa pandemi, memberi pinjaman ponsel merupakan cara paling mudah, sehingga guru tetap bisa memberikan materi pembelajaran dalam waktu bersamaan. “Kami tidak perlu menyiapkan cara khusus bagi siswa yang tidak punya ponsel.”

Pandemi yang belum mereda juga membuat upaya sejumlah daerah menggelar pembelajaran tatap muka belum bisa dilaksanakan. Salah satunya di Sumenep, Jawa Timur.

Pembelajaran tatap muka sudah diizinkan digelar di semua sekolah di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kota, Saronggi dan Talango. “Namun, karena status daerah berubah dari kuning menjadi oranye, pembelajaran tatap muka terpaksa kami tunda,” kata Kepala Dinas Pendidikan Carto.

Dia mengaku belum mengeluarakan surat keputusan penundaan itu. Kepada para sekolah, ia menyampaikan penundaan itu lewat pesan seluler, secara berantai.

“Sekolah tetap kami minta melakukan pembelajaran jarak jauh. Semua ini demi keamanan dan keselamatan siswa, guru dan orang-orang di sekitar mereka,” tandas Carto. (RF/MG/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya