Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Mundur Dulu, Baru Mendaftar

YAKUB PRYATAMA WIJAYAATMAJA
22/10/2020 03:30
Mundur Dulu, Baru Mendaftar
Ilustrasi SOSIALISASI PILGUB KALTARA(ANTARA FOTO/Fadlansyah/)

ATURAN pemilihan kepala daerah sudah jelas. Setiap anggota Polri yang mencalonkan diri dalam kontestansi harus sudah menyerahkan surat pengunduran diri ke Mabes Polri.

“Seorang perwira kepolisian yang akan ikut pentas pilkada harus mundur terlebih dulu. Sesuai aturan, setelah mundur, baru dia mendaftarkan diri,” ujar pengamat kepolisian Edi Saputra, di Jakarta, kemarin.

Mencalonkan diri sebagai kepala daerah merupakan hak setiap warga negara, siapapun orangnya. “Namun, bagi anggota Polri aktif, jika ingin menjadi kepala daerah, tentu saja harus mundur dulu dari
keanggotaannya di kepolisian,” tambah Edi.

 Dalam Pilkada 2020, ada sembilan anggota Polri aktif yang ikut kontestansi. Dua perwira tampil pada persaingan di tingkat provinsi, sisanya di kabupaten.

Seorang di antara mereka ialah Brigjen Zainal Arifin Paliwang yang siap bersaing untuk kursi gubernur di Kalimantan Utara. Polemik pun menguar, karena dia diduga belum menyerahkan surat pengunduran diri ke Mabes Polri.

“Staf Sumber Daya Manusia Polri belum menerima surat pengunduran diri Brigjen Zainal Arifin,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Kalimantan Utara Suryani menyatakan Zainal telah mengundurkan diri sebagai perwira polisi aktif ketika mendaftar ke KPUD. Dalam berkas pendaftaran sudah dilampirkan. Tetapi, surat keputusan pengunduran dirinya masih dalam proses.

Sesuai aturan, SK pengunduran diri harus sudah terbit paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara atau 9 November.

Kabar bahwa Zainal masih polisi aktif ketika mencalonkan diri bersumber dari adanya mutasi di Mabes Polri, dari penyidik di Bareskrim ke Analis Kebijakan Utama. “Seharusnya dari Mabes Polri ini terpantau.

Mereka  yang maju sebagai calon tidak diikutkan dalam proses mutasi,” tandas Suryani.

Petahana tersangka

Sementara itu, di sejumlah daerah, daftar pelanggaran yang dilakukan pasangan calon, partai pengusung, kader partai, dan simpatisan terus memanjang. Di Kota Dumai, Riau, petahana Wakil
Wali Kota Eko Suharjo ditetapkan sebagai tersangka oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu.

“Pasangan Eko Suharjo-Sarifah dilaporkan Bawaslu karena melibatkan dua aparatur sipil negara ketika menggelar kampanye dialogis di Dumai Barat.

Kedua ASN ikut mendeklarasikan pasangan calon tersebut,” kata Koordinator Gakkumdu Agung Irawan.

Sebanyak 28 ASN di Jawa Timur juga diduga tidak netral selama masa kampanye. “Setelah ditindaklanjuti, dari 26 kasus itu, 6 kasus dihentikan karena tidak ditemukan unsur pelanggaran,” kata anggota Bawaslu, Totok Hariyono.

Bagi 23 ASN yang terbukti, kasusnya sudah dilimpahkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara.

Di Sulawesi Selatan, dua kepala desa sudah terbukti berpihak dan mendukung salah satu pasangan calon. Seorang kepala desa di Cianjur, Jawa Barat, juga dilaporkan ke Bawaslu karena memihak salah satu pasangan. AM, Kepala Desa Pusakasari, Kecamatan Leles, itu tengah diproses di Polres Cianjur. (Ind/RK/BN/LN/
BB/RF/BK/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik