Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
TERKAIT revisi dan evaluasi atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua , DPR Papua diminta untuk tidak lagi melakukan Rapat Dengar Pendapat sampai menunggu keputusan atau hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP).
MRP dianggap sebagai lembaga yang tepat untuk menampung aspirasi orang asli Papua terkait kebijakan Otonomi Khusus Papua yang akan berakhir pada 2021 yang akan datang.
“MRP itu lembaga kultur orang asli Papua sementara DPR itu lembaga politik. Jadi khusus soal Otsus ini DPR Papua tidak bisa jalan sendiri sampai menunggu keputusan dari MRP. Jadi MRP adalah lembaga yang tepat untuk menampung aspirasi orang asli Papua soal Otsus ini,” kata Wakil Ketua Fraksi Bangun Papua DPR Provinsi Papua Nason Utty dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (6/10).
Ditegaskan Nason, pihaknya yang terdiri dari sejumlah partai di DPR Papua memastikan diri tidak ikut dalam agenda Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan oleh DPR Papua untuk membahas Revisi dan Evaluasi Otsus.
Pasalnya, saat ini Majelis Rakyat Papua juga sedang melakukan Rapat Dengar Pendapat untuk menampung aspirasi Orang-Orang asli Papua.
Baca juga : 1.800 Warga Timika Terpapar Covid-19
“Dan memang MRP adalah lembaga kultur OAP , bukan di DPR Papua. Nanti setelah MRP buat keputusan baru dibicarakan dengan DPR Papua bersama Pemda Provinsi Papua dan selanjut kan dilanjutkan ke pemerintah pusat. Itu langkahnya. Tidak bisa DPR Papua buat Rapat Dengar Pendapat soal Otsus karna DPRP bukan lembaga Kultural OAP. Makanya kami tidak bertanggungjawab atas hasil apa pun RDP yang dilakukan oleh DPR Papua,” tegas Nason.
Maka itu pihaknya mendukung langkah-langkah yang saat ini sedang dilakukan oleh Majelis Rakyat Papua untuk menampung sebanyak mungkin aspirasi soal Otonomi Khusus ini.
“Filosofinya kan di sana. Otus itu adalah hak-hak orang asli Papua. Dan karena itu tepat sekali salurkan aspirasi OAP MRP melalui lembaga kultur. Kami dukung MRP untuk melakukan evaluasi dan revisi sehingga benar-benar menjawab keinginan orang asli papua sesungguhnya,” tukas Nason.
Bukan hanya itu, Nason juga mengingatkan pemerintah pusat agar memenuhi perintah UU Otsus Pasal 34 soal keuangan Otsus.
"Ini kan akan berakhir 2021 nanti, itupun juga akan dilanjutkan atau tidaknya tergantung hasil RDP MRP. Jika pemerintah pusat punya niat dan hati untuk bangun Papua wajib dan harus menghormati aspirasi masyarakat Orang asli Papua,” pungkasnya. (OL-7)
PASUKAN Komando Operasi (Koops) Habema berhasil melumpuhkan dua Anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Egianus Kogoya yang sebelumnya menyerang serta membunuh 2 pekerja.
Pendalaman keterangan saksi juga penting untuk memastikan posisi dan pembelian jet pribadi itu. Terbilang, kendaraan udara itu diyakini ada di luar negeri.
Papua tengah disorot akibat tambang nikel di Raja Ampat yang kaitannya dengan sumber daya alam dan masalah kesejahteraan. Perlu pendekatan bukan hanya keamanan menyelesaikan masalah Papua
KETUA Fraksi Golkar M. Sarmuji menyebut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia diserang oleh pengusaha 'hitam' yang merasa dirugikan oleh kebijakannya. Itu berkaitan dengan tambang nikel di Raja Ampat
Komnas HAM merespons serius situasi di Papua dalam kerangka dan tujuan tunggal, yaitu untuk mewujudkan Papua Tanah Damai melalui berbagai upaya rekonsiliasi dan perdamaian.
Dorong upaya-upaya rekonsiliasi untuk mewujudkan perdamaian di Bumi Cenderawasih.
Tanggung jawab yang melekat pada para pemimpin daerah hasil Pilkada di Pulau Papua adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Dia mendesak hal ini karena sudah terlalu lama terjadi kekosongan Anggota MRP, padahal keberadaan lembaga ini sangat strategis. Apalagi dalam rangka Pemilihan Umum 2024.
ANGGOTA DPR Provinsi Papua Boy Markus Dawir mendesak Menteri Dalam Negeri untuk segera melantik anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) terpilih periode 2023-2028.
Perubahan UU Otsus juga diterbitkan seperangkat peraturan pemerintah dan peraturan presiden sebagai penjabaran dari UU No 2 Tahun 2021.
Menurut Mahkamah, perubahan UU Otsus Provinsi Papua dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, melindungi, menjunjung harkat martabat dan melindungi hak dasar orang asli Papua
"Kami punya satu UU payung hukum yang besar adalah UU Otsus maka ada lex spesialis itu yang harus menjadi patokan kita di Papua."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved