Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

SSB, Harapan Panjang bagi Tembadau

Ata/N-2
06/9/2020 06:10
SSB, Harapan Panjang bagi Tembadau
Dua banteng jawa (Bos javanicus) akan dilepas untuk dikembalikan ke habitatnya, di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi, Jatim, Kamis (3/9).(DOK KLHK)

TEKAD, 6, dan Patih, 4, dilepas di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (3/9). Keduanya banteng jawa atau Bos javanicus.

Mereka lahir dan besar di Suaka Satwa Banteng (SSB), konservasi eksitu yang berada di lingkungan Taman Nasional Baluran. Pelepasliaran kedua banteng jantan itu merupakan catatan sejarah bagi dunia konservasi Indonesia. Ini untuk pertama kalinya banteng jawa hasil pengembangbiakan eksitu dikembalikan ke habitat alaminya.

Tekad lahir pada 9 Juli 2014 dan Patih pada 23 Mei 2016. Suaka Satwa Banteng merupakan areal konservasi eksitu yang dibangun untuk mendukung peles­tarian banteng jawa, satwa yang sudah dinyatakan terancam punah.

“Juga untuk memperkaya keragaman genetik banteng yang ada di Taman Nasional Baluran,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkung­an Hidup dan Kehutanan, Wiratno, kemarin.

Dia memaparkan, saat ini populasi banteng jawa atau tembadau di alam diperkirakan hanya tersisa kurang dari 5.000 ekor. Namun, di Baluran, selama 5 tahun terakhir, populasinya menunjukkan tren meningkat.

Dari estimasi 44-51 individu pada 2015, meningkat menjadi 124-140 pada 2019. “Estimasi populasi didapatkan dari analisis data kamera trap,” tambah mantan Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial itu.

Empat taman nasional menjadi kantor populasi utama banteng jawa, yakni Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri, dan Taman Nasional Ujung Kulon. Kondisi keempat taman nasional di Pulau Jawa itu tidak terlalu menggembirakan karena dikepung area permukiman dan budi daya pertanian.

“Kondisi itu membuat banteng-banteng tidak bisa saling berhubung­an dalam jangka panjang sehingga kualitas genetik mereka mengalami penurunan,” sambung Kepala Taman Nasional Gunung Leuser 2005-2007 tersebut.

Kondisi itu juga berdampak pada penyakit genetik hingga potensi banteng menjadi kerdil. “Karena itu dibangun Suaka Satwa Banteng. SSB menjadi salah satu strategi untuk mengintervensi faktor alam.”

Alumnus Universitas Gadjah Mada itu menambahkan SSB menjadi gene pool yang berfungsi menampung banteng dari berbagai kantong populasi. “Mereka dikembangbiakkan agar menghasilkan individu banteng dengan variasi genetik yang lebih beragam.” (Ata/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya