Erick Thohir Diharapkan Lanjutkan Reformasi di Kementerian BUMN

Mediaindonesia.com
06/8/2020 08:25
Erick Thohir Diharapkan Lanjutkan Reformasi di Kementerian BUMN
Akademisi Universitas Warmadewa, Dr Iwayan Suka Wirawan, SH, MH(Dok.Pri)

AKADEMISI Universitas Warmadewa, Dr Iwayan Suka Wirawan, SH, MH  mengatakantudingan pengangkatan direksi dan komisaris BUMN  oleh Menteri BUMN Erick Thohir inkonstitusional, patut dipertanyakan. Sebab hal itu tidak punya dasar hukum.

"Dasar hukum pelibatan dalam pengangkatan direksi dan komisaris BUMN bukan Perpres No. 177 Tahun 2014, melainkan regulasi khusus dalam hal ini Inpres No. 8 Tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian anggota direksi, dewan komisaris, dan/atau dewan pengawas Badan Usaha Milik Negara. Inpres itu telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi masing-masing Inpres No. 8 Tahun 2005 dan Inpres No. 9 Tahun 2005," ujarnya melalui siaran persnya, Kamis (6/8).

Baca juga: Langkah Cepat Kementerian BUMN Atasi Pandemi Covid-19

Berbeda dengan Inpres No. 8 Tahun 2014 yang mengatur pengangkatan Direksi dan Komisaris pada jabatan korporasi (BUMN), Perpres No. 177 Tahun 2004 mengatur pengangkatan jabatan pimpinan tinggi utama dan pimpinan tinggi madya. Kedua jabatan ini merupakan jabatan negeri atau jabatan dalam bidang Eksekutif, jabatan pada bidang kekuasaan negara di luar kekuasaan legislatif dan yudisial.

Lebih lanjut dia mengatakan, karakter hukum kekuasaan termasuk kekuasaan Eksekutif adalah hukum publik, sehingga sebagai korporasi, pengangkatan Direksi dan Komisaris pada BUMN tidak tunduk pada Perpres No. 177 Tahun 2014, melainkan tunduk pada Inpres No. 8 Tahun 2014.

"Dalam konstruksi Perpres No. 177 Tahun 2014, yaitu melalui mekanisme TPA, pengangkatan dan pemberhentian pejabat Pimpinan Tinggi Utama dan Pimpinan Tinggi Madya ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah lolos penilaian TPA, karena Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan Aparatur Sipil Negara memang berwenang menetapkan pengangkatan dan pemberhentian pejabat Pimpinan Tinggi Utama dan Pimpinan Tinggi Madya," tambahnya.

"Itulah sebab penentuan keabsahan dan konstitusionalitas proses pengangkatan Direksi dan Komisaris pada BUMN harus merujuk pada Inpres No. 8 Tahun 2014, bukan berdasarkan Perpres No. 177 Tahun 2014.  Jika identifikasi regulasinya saja keliru, tidak mungkin klaim inkonstitusionalitas itu dapat dipertanggungjawabkan. Atau bisa jadi, ini disebabkan karena kegagalan memahami perbedaan konsep “jabatan negeri” dan jabatan pada korporasi."

Terhadap masalah rangkap jabatan, penting untuk dikemukakan bahwa identifikasi tentang sah atau tidaknya rangkap jabatan tidak bisa tidak berangkat dari dasar keberadaan BUMN, yaitu melalui korporasi, negara hadir untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan konstitusi.

"Kehadiran negara melalui korporasi berdasarkan konstitusi (sebagai hukum publik) merupakan alasan mendasar penyatuan negara dan korporasi, yang penentuan tentang sah atau tidaknya rangkap jabatan akan sangat bergantung pada “roh” dan cara pandang sistem hukum negara terhadap sifat relatif dikotomi hukum publik dan hukum privat," jelasnya.

Atas dasar itulah keberadaan pejabat pemerintah yang memenuhi syarat di BUMN secara lebih utuh seharusnya dilihat sebagai wakil negara.  Termasuk keberadaan beberapa pejabat TNI/POLRI atau pensiunan yang telah memenuhi syarat dan kebetulan dipercayakan menjabat di BUMN. (Ant/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya