Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Masyarakat adat di Cigugur, Kabupaten Kuningan, semakin tersisih karena lahan komunal belum diakui negara. Mereka berjuang di pengadilan, tapi kalah dan kalah. Reporter Nurul Hidayah melaporkan kegigihan mereka. (Tulisan tiga)
TIGA tahun lalu, pada Agustus 2017, Masyarakat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan sudah berhadaphadapan dengan ratusan aparat keamanan. Dipimpin Panitera Pengadilan Negeri Kuningan, aparat hendak menyita lahan seluas 224 meter di Blok Mayasih, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur.
Penyitaan gagal. Ratusan perempuan berada di garis depan menentang upaya mereka.
Masyarakat adat mempertahankannya karena di lahan itu terdapat cagar budaya nasional Paseban Tri Panca Tunggal. Di lahan itu juga warga sudah tinggal sejak puluhan tahun lalu.
Blok Mayasih merupakan sebagian dari total 6.827 meter persegi lahan milik adat yang digugat Djaka Rumantaka ke pengadilan negeri pada 2009. Ia mengaku berhak atas lahan warisan ibunya, Ratu Siti Djenar Ali. Mereka masih keturunan Pangeran Sadewa Madrais Alibasa Kusumah Wijaya Ningrat, sang pemimpin Akur pertama.
Djaka memenangi gugatan hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Hukum negara berpihak pada kepemilikan pribadi, tidak pada hak masyarakat adat.
Padahal, menurut Girang Pangaping Masyarakat Akur, Okky Satrio Djati, leluhur mereka sudah mengatur bahwa tanah ialah milik komunal. Tanah tidak boleh diwariskan.
Namun, UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria tidak berpihak pada masyarakat adat. Kepemilikan lahan atas nama pribadi membuat Akur Sunda Wiwitan kehilangan lahan komunal.
“Yang tersisa mungkin sekitar 15% saja. Kami sudah kehilangan lahan adat di Curug Goang, Leweung Leutik, serta Sagara Hyang Gunung Purnajiwa yang dikuasi pribadi, termasuk warga dari luar Kuningan,” ungkap Okky.
Dengan uang bersama, warga Akur berusaha membeli kembali lahan itu. Hasilnya, di Curug Goang, dari 3 hektare lahan, 1 hektare di antaranya bisa dibeli lagi. “Kami membeli sedikit demi sedikit selama 17 tahun,” tambah Oki.
Lahan inilah yang dipilih untuk membangun pasarean Pangeran Djatikusumah yang sangat mereka hormati.
Upaya itu tidak mudah karena ditentang sekelompok warga yang juga mendapat dukungan aparatur pemerintah. Tahun ini, Masyarakat Akur juga ingin mengembalikan Leuweung Leutik menjadi hutan larangan. Hutan dijadikan kawasan tambang galian C. Pohon-pohon juga ditebang untuk permukiman.
Masyarakat Akur mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Perkara masih bergulir. #“Objek gugatan ialah sertifikat hak milik atas nama R Djaka Rumantaka dengan luas lahan 6.827 meter persegi,” kata kuasa hukum Masyarakat Adat, Santi Cintya Dewi.
Leuweung Leutik merupakan tanah adat. Di hutan itulah sang pendiri, Pangeran Madrais, melalukan persembahyangan.
Bagi warga sekitar, Leuweung Leutik merupakan hutan penyangga dan resapan air. #“Penerbitan sertifikat hak milik mengakibatkan hak masyarakat adat hilang dan terampas,” pungkas Santi. (N-2)
tarian Sulawesi Tengah sebagai simbol dan ciri khas budaya setempat, tercipta dari kebiasaan dan adat istiadat masyarakat Sulawesi Tengah
KETUA Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Beky Mardani meminta Betawi tidak dianaktirikan dalam revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta.
Presiden Jokowi berhalangan hadir pada Perayaan 20 Tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) karena tengah berada di luar negeri untuk melakukan kunjungan kenegaraan.
Pada kesempatan itu, Presiden Direktur PT MAS Nanang juga menyantuni 37 yatim piatu dan memberi beasiswa kepada tiga mahasiswa politeknik berprestasi dari desa sekitar kawasan PT MAS.
Dewi menilai sejauh ini perempuan adat masih kerap menerima perlakuan diskriminatif secara sistemik.
Karya film pendek itu berangkat dari fenomena yang tengah terjadi di masyarakat, yang kini lebih memilih budaya modern dalam mewujudkan karya arsitektur.
Kedua surat tersebut masing-masing bernomor DPO/171/VI/2020 atas nama tersangka Benny Simon Tabalujan dan DPO/172/VI/2020 atas nama Achmad Djufri.
Haris menyebut kasus mafia ini tidak boleh berhenti pada oknum BPN saja
Benny Simon Tabalujan atau Benny Tabalujan ditetapkan sebagai tersangka kasus penyerobotan tanah Abdul Halim di Cakung, Jakarta Timur oleh Polda Metro Jaya.
Hendra menegaskan, lahan yang dimiliki Abdul Halim sudah jelas tercantum dalam surat-surat, yakni seluas 7,7 hektare.
Kedua tersangka, yakni AH dan JY yang merupakan mantan Kakanwil ATR/BPN Provinsi DKI Jakarta.
Para sindikat mafia tanah itu diduga mengubah sertifikat rumah Ibu Dino Patti Djalal, Zurni Hasyim Djalal, yang beralih menjadi nama orang lain.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved