Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
MANTAN Bupati Muara Enim, Ahmad Yani kembali menjalani sidang kasus tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Klas I A Palembang, Selasa (21/4). Dalam sidang yang berlangsung secara virtual, Ahmad Yani dituntut tujuh tahun penjara atas kasus suap proyek infrastruktur dengan menggunakan APBD 2019 lalu.
Ahmad Yani juga dituntut denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara dan wajib mengembalikan kerugian negara senilai Rp3,1 miliar. Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menuntut agar hak politik Yani dicabut.
"Terdakwa telah menyalahgunakan wewenang yang ada sebagai kepala daerah. Jadi hak politik yang dicabut adalah wewenang untuk dipilih atau maju kembali. Sedangkan untuk memilih tetap bisa," ujar JPU KPK Roy Riyadi.
Roy mengatakan, tuntutan terhadap Ahmad Yani diajukan berdasarkan pasal 12 huruf a UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor dan pasal 55 ayat 1 junto pasal 64 ayat 1. "Kalau terdakwa tidak mengembaliakan kerugian negara, akan disita melalui aset dan jika aset tidak mencukupi maka masa tahanan terdakwa ditambah satu tahun," ujar Roy.
Dalam tuntutanya, Jaksa menilai Ahmad Yani tidak kooperatif selama persidangan. Setiap dakwaan yang dilayangkan jaksa komisi antirasuah tersebut selalu dibantah.
Seluruh fakta persidangan yang telah dipaparkan juga selalu dibantah terdakwa. Padahal fakta-fakta tersebut telah dikonfirmasi oleh terdakwa dan saksi lain dalam persidangan. "Bantahan yang dilakukan terdakwa memberatkan tuntutan yang diberikan karena tidak terbuka dalam membantu negara mengungkap kasus korupsi yang terjadi," tambah Roy.
Ahmad Yani dinilai terbukti merestui pengerjaan 16 proyek jalan di Kabupaten Muara Enim yang berasal dari dana aspirasi DPRD Kabupaten Muara Enim yang berasal dari APBD tahun 2019. Proyek tersebut dikerjakan oleh Robi Okta Fahlevi sebagai Direktur Utama PT Indo Paser Beton.
Mantan anggota DPRD Sumsel tersebut sengaja meminta kepada dinas PUPR Kabupaten Muara Enim untuk mencari kontraktor yang bersedia memberikan fee proyek sebesar 15 persen di awal pengerjaan. Yani pun menerima uang Rp3,1 miliar yang diterimanya atas fee 10 persen di awal. Selain itu, Yani menerima tanah di Muara Enim seharga Rp1,25 miliar dan dua mobil yakni SUV Lexus dan Tata Xenon HD.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erma Suharti akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembelaan terdakwa. (R-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved