Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
SEKITAR 75 ribu pekerja perikanan dan kelautan di Provinsi Aceh, terimbas Covid-19. Mereka antara lain adalah nelayan penangkap ikan, pejual ikan eceran, penampung atau pedagang ikan grosir.
Pasalnya aktivitas perekonomian mereka tergangu sejak kasus Covid-19 melanda pasar dalam negeri dan dunia internasional. Misalnya permintaan ikan ditingkat pasar domestik dan luar negeri sepi. Sehingga hasil tangkapan dalam jumlah besar tidak tertampung sebagaimana biasanya.
Wakil Panglima Laot (lembaga adad laut) Provinsi Aceh, Miftahuddin Cut Adek, kepada Media Indonesia, Rabu (15/4) mengatakan, ada ratusan kapal ikan besar berukuran 30 GT (Groston) berhenti peroperasi.
Hal itu karena hasil tangkapan mereka dalam jumlah besar tidak tertampung di pasaran. Apalagi banyak penampung dan eksportir ikan berheti beroperasi selama ini.
"Biasanya begitu mereka mendarat, sya hasil tangkapan dijual ke penampung. Lalu dipeking dalam fiber langsung dikirim ke pasar luar daerah atau di ekspor ke luar negeri seperti Jepang. Sayangnya sekarang semua sepi karena terimbas pandemi Covid-19" jelas Muftahuddin.
Dikatakannya, sekarang hanya sebagian nelayan kecil yang berusaha bertahan mencari ikan. Itupun aktivitas mereka hanya beberapa jam saja. Misalnya turun pada dini hari dan pulang siang.
Hasil tangkapan dalam jumlah sedikit itu hanya laku di pasar lokal untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Kemudian tidak ada lagi pasokan ikan berkwalitas utuk restoran, perhotelan dan warung. Karena tempat-tempat tersebut berhenti beroperasi.
"Sayangnya lagi para nelayan pemancing ikab tuna, sebelumnya hasil tangkapan mereka dijual ke penampung untuk permintaan ekspor ke Jepang. Harganya kadang bisa mencapai Rp 45.000/kg ditingkat penampung. Kini semuanya sudah sepi, paling dijual utuk kebutuhan lokal yang harganya berkisar Rp 25.000/kg" tutur Muftahuddin.
Dikatakan Miftahuddin, akibat terimbas Corona Virus Disease-19 ribuan nelayan, pekerja perikanan dan kelautan di Aceh menganggur. Kondisi sekarang sangat terpukul terutama bagi mereka yang ekonomi lemah.
Pihaknya berharap, ada perhatian pemerintah terhadap para nelayan atau pekerja perikanan tersebut. Bentuan itu bukan sekedar untuk bertahan hidup, tapi juga mencegah hal-hal tidak di inginkan.
"Sungguh prihatin keadaan mereka sekarang. Walau harus mengganggur, tapi kebutuhan hidup keluarga tidak boleh terhenti. Mudah-mudahan ada perhatian pemerintah untuk membatu kebutuhan hidup mereka" harap Wakil Panglima Laot Aceh, tersebut. (OL-13)
Baca Juga: Pengendara Motor tak Bermasker Dilarang Masuk Sidoarjo
Baca Juga: Stok Gula, Tepung dan Migor di Temanggung Menipis
KEBAKARAN lahan melanda dua gampong (desa) di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Total lahan yang terbakar sejak sepekan terakhir seluas 12 hektare.
Dari jumlah jemaah asal Aceh kali ini (tahun 2025), 4.378 orang, sebanyak 12 di antaranya telah wafat di Arab Saudi.
Muslim, penjaga rumah Cut Meutia, mengaku telah berulang kali melaporkan kondisi kerusakan parah pada beberapa bagian bangunan Rumah Cut Meutia.
HARGA cabai merah di kawasan Provinsi Aceh, sejak sepekan terakhir turun.
Turunnya harga tersebut dapat memengaruhi semangat petani dan pekerja. Apalagi hal itu bisa berdampak beruk roda berekonomian warga sekitar.
DEMAM batu akik seolah menjadi epidemi yang melanda masyarakat Indonesia saat ini
MGM Bosco Logistics meresmikan fasilitas cold storage guna memperkuat infrastruktur logistik dan memastikan kualitas produk perikanan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjalin kemitraan strategis dengan Pemerintah Provinsi Fujian, Tiongkok, guna memperkuat sektor kelautan, perikanan, dan mitigasi bencana kemaritima
DATA Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan total luas terumbu karang di Indonesia mencapai 2,5 juta hektar. Namun, sekitar 70% atau 1,75 juta hektar dalam kondisi rusak
Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) menyatakan kesiapan untuk mengimplementasikan Global Quality and Standard Programme (GQSP) Indonesia Fase 2.
Untuk tahun ini, Dinas Perikanan Batam menargetkan ekspor ikan ke Singapura sebesar 5.500 ton dengan nilai mencapai Rp250 miliar.
Melalui perjanjian ini, diharapkan kondisi kerja awak kapal perikanan migran Indonesia di Taiwan dapat semakin membaik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved