Jawa Timur masih Dilanda Kekeringan Ekstrem

Bagus Suryo
17/11/2019 12:31
Jawa Timur masih Dilanda Kekeringan Ekstrem
Tinggi muka air waduk Sutami di Kabupaten Malang, Jawa Timur, sedikit di atas pola akibat kemarau ekstrem.(MI/Bagus Suryo)

KONDISI air yang masuk ke Waduk Sutami belum optimal akibat kekeringan ekstrem, meski saat ini sudah memasuki musim hujan. Dampaknya mengancam pasokan air baku untuk kebutuhan listrik, industri dan irigasi. Kekeringan ekstrem yang melanda Jatim memaksa Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) 1 melakukan penyesuaian rencana alokasi air di wilayah Brantas dengan kondisi ketersediaan airnya.

"Untuk menyuplai kebutuhan air baku, listrik dan industri masih terpenuhi dengan melakukan pengaturan alokasi air irigasi secara proporsional," kata Kepala Departemen Humas dan Informasi Publik PJT 1 Didit Priambodo di Malang, Jawa Timur, Minggu (17/11/2019).

Saat ini, kondisi elevasi atau tinggi muka air waduk Sutami di Kabupaten Malang, Jawa Timur, sedikit di atas pola. Namun, air hujan belum optimal mengisi waduk terbesar di Jatim tersebut.

Ia mengungkapkan kondisi elevasi per tanggal 14 Juni 2019 pukul 24.00 WIB untuk waduk Sutami aktualnya 260,39 meter dari pola 260,33 meter. Aktual waduk Lahor 260,27 meter dari pola 260,53 meter, waduk Selorejo aktual 611,99 meter dari pola 611,37 meter. Sedangkan aktual waduk Wonorejo di Tulungagung 162,08 meter dari pola 161,62 meter, aktual waduk Bening 100,16 meter dari pola 98,05 meter. Adapun waduk Wonogiri di Jawa Tengah, aktualnya 125,12 meter dari pola 125,51 meter.

Agar air baku di waduk tahunan itu bertambah, pihaknya bertumpu pada intensitas tinggi hujan. Karena itu PJT 1 berupaya melakukan hujan buatan di daerah aliran sungai (DAS) Brantas.

Teknologi modifikasi cuaca (TMC) pun diperlukan mengingat sesuai analisis BMKG di wilayah Jawa Timur khususnya di DAS Brantas bagian hulu, pada September sampai November 2019, curah hujan yang turun masih rendah atau berada di bawah normal.

"Hal ini terlihat dari kondisi hidrometri Waduk Sutami sampai dengan bulan Oktober, inflow dan outflow bendungan masih berada di bawah rerata historisnya," tuturnya.

PJT 1 berharap meningkatnya intensitas hujan melalui TMC bisa menambah ketersediaan air yang masuk pada tampungan waduk di DAS Brantas, yaitu Sengguruh, Sutami, Lahor dan Wlingi. TMC yang dilaksanakan sejak 14 November akan berlangsung selama 20 hari. Setelah 10 hari, lanjutnya, kegiatan akan dievaluasi terhadap peningkatan elevasi dan data inflow waduk.

"Sehingga efektivitas kegiatan baru akan dapat terlihat setelahnya," imbuhnya.

Manajer Utama Keuangan, Perencanaan dan Manajemen Kinerja PJT 1 Fahmi Hidayat mengatakan sungai Brantas merupakan salah satu sungai strategis nasional. Airnya untuk penyediaan air permukaan untuk kebutuhan pokok sehari-hari, irigasi bagi pertanian rakyat seluas 101.180 hektare, dan pembangkitan energi listrik setara 1 miliar kWh per tahun.

"Waduk Sutami itu waduk terbesar di Sungai Brantas. Saat ini mengalami kekurangan ketersediaan air. Meskipun dalam beberapa hari sebelumnya di area Malang Raya telah mengalami kejadian hujan, namun belum berdampak langsung kepada Waduk Sutami," katanya.

baca juga: Pengamat: Pembangunan Kolam Renang Harus Dihentikan

Kondisi aliran masuk (inflow) ke Waduk Sutami yang masih relatif rendah di bawah Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) sehingga memaksa adanya TMC bekerja sama dengan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT).(OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya