Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
BELUM lama ini ada kebakaran hebat di salah satu perusahaan perkebunan di Desa Karang Dapo di Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatra Selatan.
Saat itu, Ari Wijaya, 25, petugas pemadam kebakaran dari Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Muratara, bersama empat rekan dari unsur TNI dan Polri berupaya memadamkan api sejak pagi hingga petang.
Namun, saat hendak pulang pukul 17.00 WIB, Ari dan Kopral Ferly tertinggal karena masih berjibaku memadamkan kobaran api.
"Saat mempersiapkan motor, kami melihat semua jalan yang akan kami lewati sudah terkepung api. Kami terjebak," tuturnya kepada Media Indonesia, kemarin.
Ari yang sudah dua tahun bertugas di BPBD Muratara mengatakan, saat memadamkan area kebakaran, ia dan rekannya menggunakan mesin pompa air terapung yang ada di kanal perkebunan kelapa sawit. Sumber airnya pun diambil dari kanal yang masih ada airnya.
Karena sudah terkepung api, Ari dan Ferly berupaya menyiram jalan yang akan mereka lewati. Namun, kepungan api membuat mata mereka pedih dan sesak napas.
"Tiba-tiba dari semak-semak yang terbakar keluar beruang madu. Awalnya kami pikir babi hutan. Saat tahu itu beruang madu, kami langsung kaget dan teriak histeris. Ferly langsung naik motor dan kami tancap gas menerjang api. Tapi beruang madu yang mengejar kami itu malah masuk kanal," tuturnya yang nyaris mati terpanggang.
Ari yang menerima gaji Rp750 ribu per bulan itu mengaku beberapa kali nyaris kehilangan nyawa saat berupaya memadamkan kebakaran hutan dan lahan.
"Saya tetap akan loyal mengabdikan diri untuk padamkan karhutla, bahkan saat banjir pun saya turun."
Lain lagi kisah Komandan Manggala Agni Daops Pekanbaru Edwin Putra, yang kemarin malam masih berjuang memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau. Manggala Agni merupakan brigade khusus (pasukan elite) pengendali karhutla bentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Agar kebakaran tidak jauh meluas, kadang kala upaya pemadaman harus dilakukan hingga malam hari pada saat sejuta penduduk Kota Pekanbaru tengah terlelap," tuturnya.
Lebih lanjut, Koordinator Manggala Agni Provinsi Riau di Pekanbaru itu mengatakan tim pemadaman sering dihadapkan pada kondisi cuaca kering berkepanjangan dan karakteristik tanah gambut sedang berkedalaman 1-3 meter.
Selama 9 bulan terakhir, jelas Edwin, tim harus berpindah-pindah tempat. Bahkan kembali lagi ke lokasi yang sama untuk proses pemadaman ulang.
"Semakin ke wilayah timur (pesisir) semakin dalam gambutnya. Keadaan itu memaksa tim harus menginap, ditinggal di dalam hutan pada koordinat tertentu. Duka bagi kami ketika harus rela meninggalkan keluarga meski pada hari liburan," ujar Edwin lagi. (Rudi Kurniawansyah/Dwi Apriani/X-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved