Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

DPRD MInta KPK Periksa Penggunaan Dana Darurat di BPBD Nagekeo

Ignas Kunda
28/8/2019 00:32
DPRD MInta KPK Periksa Penggunaan Dana Darurat di BPBD Nagekeo
Pimpinan DPRD Nagekeo Kristianus Dua Wea(MI/Ignas Kunda)

DPRD Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, meminta adanya peyelidikan dari Komisi Pembarantasan Korupsi terhadap dana Tanggap Darurat Bencana sebesar Rp3 miliar tahun 2019 di BPBD Nagekeo yang telah habis terpakai hanya dalam kurun waktu 7 bulan.

Dana miliaran rupiah digunakan untuk membiayai 47 item pekerjaan dengan kategori Tanggap Darurat Bencana menurut versi BPBD Nagekeo.

“Kita lihat hasilnya dilapangan tidak layak disebut Tanggap Darurat Bencana,” ujar pimpinan DPRD Nagekeo, Kristianus Dua Wea, Selasa (27/8)

Menurut Kristianus Dua Wea, 47 item pekerjaan tanggap darurat bencana pada BPBD Nagekeo, NTT tidak semestinya menggunakan dana Rp3 miliar. Bagi Kris, 47 item pekerjaan tidak layak disebut sebagai tanggap darurat bencana karena tidak berdasar sesuai Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana serta  Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana.

“Dari 47 item pekerjaan itu yang saya lihat tidak mewakili atau tidak termasuk tanggap darurat bencana, dan kita tahu itu bencana di Nagekeo hanya satu yakni ketika Longsor di Desa Selalejo Timur, kecamatan Mauponggo,dan itu tahun 2018, yang anehnya dana 2019 habis, padahal kita tahu tidak ada bencana apa selama ini” kata Kris.

Baca juga : Dana RP3 M Habis, BPBD Nagekeo Minta lagi Rp2,3 M ke Bupati

Lanjut Kris,  bila ada bencana di suatu daerah maka akan ditentukan statusnya oleh bupati selaku kepala wilayah lalu kemudian penanganan situasi darurat dengan menggunakan dana siap pakai untuk tanggap darurat bencana oleh BPBD.

Namun pihak DPRD merasa tidak pernah mendengar bahwa selama ini ada penetapan status bencana atau tanggap darurat oleh bupati.

Kris menjelaskan, ada tiga tahapan dalam penanggulangan bencana satu diantaranya status tanggap darurat bencana yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

“Kita tidak lihat ada bencana selama ini dan penentuan status darurat bencana oleh bupati juga harus didasarkan pada pengkajian yang cepat dan tepat oleh tim kaji cepat yang meliputi identifikasi terhadap  cakupan lokasi bencana, jumlah korban bencana, kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi pelayanan umum dan pemerintahan. Apakah kalau hanya satu seperti sarana dan parasarana juga bisa ditetapkan status darurat bencana?” jelas Kris.

Anggota DPRD lainnya Antonius Moti, mengatakan dana siap pakai untuk tanggap darurat bencana terbatas pada pengadaan barang dan jasa untuk pencarian dan penyelamatan korban bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, dan penampungan serta tempat hunian sementara.

Namun Anton menilai bahwa dari pengamatannya beberapa proyek yang menggunakan Dana Tanggap Darurat Bencana sebenarnya tidak masuk dalam kategori atau tidak sesuai peruntukan darurat bencana.

Baginya ada keanehan dan kejanggalan pasalnya ia tidak melihat selama ini ada bencana luar biasa

“KPK mesti periksa ini, kita lihat 2019 ini mana yang ada bencana, dan kita tidak pernah tahu kapan ada penetapan darurat bencana, lalu pada perubahan anggaran ini ajukan lagi 2,3 miliar,“ katanya.

Menurut Anton 47 item pekerjaan lebih kepada pasca bencanadimana ada kegitan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Baca juga : Serapan APBD Baru 34%, Pembahasan APBD-P Nagekeo Berlanjut

Namun Anton menampik baik rehabilitasi dan rekonstruksi harus tetap dalam satu kesatuan yakni harus ada bencana terlebih dahulu  sehingga setelah ada penentuan status baru dilakukan penanggulangan saat darurat bencana dan pasca bencana.

 “Yang ditakutkan bahwa bila ada laporan dari kepala desa dengan serta merta BPBD langsung melakukan kegiatan tanggap darurat tanpa mengkaji lebih dahulu. Sikap fraksi jelas akan menolak penambahan anggaran, karena tidak ada ada kejelasan pertangung jawaban uang yang sebelumnya sebesar 3 miliar “ katanya.
 
Kepala BPBD Kabupaten Nagekeo, Barnabas Lambar, membenarkan bahwa dana tak terduga sebesar Rp3 Miliar sebelumnya, telah digunakan untuk membiayai 47 item pekerjaan tanggap darurat bencana yang terjadi dari Januari-Juli 2019.

Pihaknya juga telah mengajukan telaahan staf kepada Bupati Nagekeo untuk membayar 19 paket pekerjaan tanggap darurat bencana sebesar Rp2,38 miliar

"Benar bahwa kami telah mengajukan telaahan staf kepada Bupati Nagekeo untuk meminta tambahan anggaran bagi 19 paket pekerjaan tanggap darurat bencana,"pungkasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik