Musim Kemarau Jadi Berkah Bagi Pengusaha Ikan Asin di Banyuwangi

Usman Afandi
30/7/2019 22:05
Musim Kemarau Jadi Berkah Bagi Pengusaha Ikan Asin di Banyuwangi
Seorang perempuan sedang menjemur ikan asin.(MI/Usman Afandi)

Musim kemarau nampaknya menjadi berkah bagi pengusaha ikan asin di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Pasalnya produksi ikan asin selama musim kemarau bisa lebih banyak ketimbang musim hujan tiba.

Selain tambah banyak produksi. Hasil kualitas ikan asinnya pun juga cukup bagus. Karena terik sinar matahari lebih panas menyinari ikan asin yang di jemur.

Sriyani, salah satu pengusaha ikan asin di pesisir pelabuhan Muncar Banyuwangi mengungkapkan ia lebih senang dengan musim kemarau. Saat cuaca panas seperti ini ketimbang musim hujan tiba.

"Alhamdulillah. Sekarang ini bisa lebih banyak. Namun jika musim hujan tiba, tidak bisa banyak. Meskipun tangkapan ikan nelayan di laut banyak,'' ungkap Sriyani saat diwawancarai Media Indonesia, Selasa (30/7).

Jika cuaca bagus proses pengeringan ikan asin tidak lebih dari 2 hari, Namun jika cuaca kurang bersahabat proses pengeringannya bisa memakan waktu lama mencapai 3-5 hari.

Jenis ikan yang diasinkan di sekitar pelabuhan Muncar adalah ikan lemuru, ikan selengseng, ikan sempenit. Jenis ikan berbeda maka cara mengasinkannya juga berbeda.

"Kalau ikan yang sudah diasinkan seperti ikan sempenit, ikan ini paling mahal. Setengah hari sudah kering. Per kilo sekarang ini Rp30 ribu. Selain mahal, ikan ini tanpa dikasih campuran garam soalnya ikannya sudah asin,'' kata Sriyani.

Dari tangkapan nelayan di laut, Sriyani menjual Rp7 ribu per kg. Namun jika ikan di laut jarang, harganyapun juga berbeda tergantung
cuaca dan kondisi nelayan di laut. Dan untuk jenis ikan lemuru dan ikan selengseng, ketika diasinkan harganya mencapai Rp15 ribu per kg.

Setiap hari, Sriyani bersama teman-teman seprofesinya dapat memproduksi ikan asin mencapai 4 kwintal lebih selama musim kemarau ini.

"Kalau pemasarannya ya mas. Selain masyarakat sekitar, juga ada pengepul yang datang sendiri ke sini. Kita tidak perlu memasarkannya ke pasar-pasar,'' sambung Sriyani.

Sementara itu, menurut prakirawan dari Badan Metrologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Banyuwangi, Gede Agus Purbawa, puncak musim kemarau di Jawa Timur khususnya wilayah Banyuwangi terjadi hingga Agustus-September 2019. "Meskipun demikian kadang juga hujan,'' pungkas Gede saat dikonfirmasi.  (UA/OL-10)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya