Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MUSIM kemarau diperkirakan berlangsung lama dan puncak kekeringan baru akan terjadi pada September mendatang. Namun, anggaran penanganan kekeringan, baik di sejumlah daerah tingkat dua maupun di tingkat Provinsi Jawa Tengah (Jateng), kian menipis.
Hal itu disebabkan pagu anggaran merosot ketimbang tahun sebelumnya. Berdasarkan penelusuran, kekeringan yang melanda wilayah Jateng semakin mengkhawatirkan. Sekitar satu juta warga terkena dampaknya.
Mereka mengalami kesulitan air bersih dan tanaman pertanian terancam gagal panen (puso). Penyebabnya ialah sumber air, seperti sumur dan sungai serta waduk mengalami penyusutan debit air secara drastis.
Seperti di lereng Gunung Slamet, yakni di 12 desa di Kecamatan Pulosari dan Belik, Pemalang, puluhan sumber mata air telah mati dan mengering. Kini, hanya tinggal satu mata air Lungsir di Desa Karangsari, Kecamatan Pulosari yang masih mengeluarkan air.
Dengan kondisi seperti itu, otomatis belasan ribu jiwa warga terpaksa mengandalkan bantuan air bersih. Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, hal itu tidak hanya terjadi di Pemalang.
Di Provinsi Jateng, setidaknya sudah 21 daerah terlanda kekeringan dan 12 daerah di antara nya menyandang status darurat. Bahkan, sudah lima pemerintah daerah mengajukan permohonan bantuan untuk mengatasi kekeringan di daerah mereka karena anggaran terbatas.
Keterbatasan anggaran penanganan kekeringan daerah, semakin mengkhawatirkan karena kemarau masih panjang dan belum mencapai puncak. "Kondisi masyarakat semakin berat karena warga di beberapa desa sudah berswadaya membeli air bersih secara kolektif sebesar Rp250 ribu per tangki setiap pekan," kata Amri,52, warga Pulosari, Pemalang.
Anggaran habis
Sementara itu, Kepala BPBD Grobogan, Endang Sulistyoningsih, mengatakan anggaran penanganan kekeringan di daerah mereka sudah habis. Tahun ini, mereka hanya mendapat Rp46 juta atau melorot dari tahun lalu sebesar Rp157 juta.
Adapun jumlah wilayah terlanda kekeringan sebanyak 96 desa di 15 kecamatan, atau naik dari tahun lalu sebanyak 92 desa. "Dengan anggaran itu, kita hanya bisa mengalokasikan 236 tangki air bersih, sehingga untuk memenuhi kekurangan terpaksa minta ke berbagai pihak dan Pemprov Jateng," ujar Endang.
Demikian juga di Kabupaten Pati, tahun ini hanya memperoleh anggaran penanganan kekeringan sekitar Rp60 juta atau menyusut dari tahun lalu sebesar Rp100 juta. Dengan kondisi itu, BPBD Pati mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan bantuan air bersih untuk warga.
"Cadangan semakin menipis, tapi jumlah desa yang mengalami kesulitan air bersih terus bertambah, sehingga kita terpaksa meminta bantuan ke provinsi," kata Ketua BPBD Pati, Sanusi.
Menyusutnya anggaran penanganan kekeringan juga terjadi di Pemprov Jateng. Menurut data, anggaran penanganan kekeri ngan 2019 tercatat sebesar Rp320 juta, atau menurun dari tahun sebelumnya Rp600 juta.
"Menurun 46% ketimbang tahun lalu dan itu digunakan untuk pengadaan 1.000 tangki air bersih," ungkap Kepala BPBD Pemprov Jateng, Sudaryanto. (LD/FL/JS/AU/DY/RZ/UL/RF/SL/PT/BB/FB/PO/N-3)
"Kami juga sudah mempersiapkan anggaran untuk operasional truk tangki penyuplai air bersih yang jumlahnya ada lima unit dengan kapasitas 5.000 liter dan 4.000 liter,"
AKIBAT tidak turun hujan dan krisis air saluran irigasi, kekeringan lahan sawah di Kabupaten Pidie, Aceh, semakin parah.
Di Desa Ceurih Kupula, Desa Pulo Tunong, Desa Mesjid Reubee dan Desa Geudong, puluhan ha lahan sawah mengering. Lalu tanah bagian lantai rumpun padi pecah-pecah.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
SIUMA menggunakan sensor kelembaban tanah berbasis IoT yang terkoneksi langsung ke grup WhatsApp petani, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan irigasi secara real time.
PERUBAHAN pola cuaca semakin nyata di Indonesia. Peneliti BRIN Erma Yulihastin, mengungkapkan bahwa musim hujan saat ini tak lagi berjalan secara reguler.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved