Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Pemerintah Harus Ubah Status Impor Sampah Kertas

Cikwan Suwandi
24/7/2019 13:00
Pemerintah Harus Ubah Status Impor Sampah Kertas
Ilustrasi(Antara)

PEGIAT lingkungan meminta pemerintah untuk mengubah status impor waste paper (sampah kertas) menjadi red line. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan pengawasan penyelundupan sampah dalam impor waste paper.

"Kita tidak melarang adanya impor. Tetapi kenyataanya, impor waste paper ini dimanfaatkan sejumlah oknum untuk menyelundupkan sampah. Dari sampah plastik hingga sampah B3," kata Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi kepada Media Indonesia di Karawang, Rabu (24/7).

Ia meminta untuk peningkatan pengawasan impor waste paper, dilakukan dengan mengubah status impor waste paper menjadi red line dari sebelumnya green line.

"Sehingga ada pengawasan yang ekstra dari bea cukai ketika statusnya dirubah ke dalam red line," katanya.

Penyelundupan impor sampah melalu impor waste paper telah terbukti di sejumlah pelabuhan seperti di Tanjung Perak, Batam dan Tanjung Priuk. Bahkan dari dugaan Ecoton 40% sampah yang diselundupkan. Bea Cukai justru menemukan 60% sampah diselundupkan melalui impor waste paper.

Lanjut Prigi, waste paper digunakan untuk bahan baku pembuatan kertas oleh sejumlah pabrik kertas. Dari pemantauanya di pabrik kertas itu, ia melihat banyak sampah-sampah bukan kertas seperti plastik dan B3 kemudian dikeluarkan oleh pabrik-pabrik untuk dikelola oleh masyarakat.

"Sampah campur ini memang sampah murah. Dibandingkan dengan sampah yang telah dipilah, karena biaya pemilahan di luar negeri sangatlah mahal," ucapnya.

Waste paper digunakan oleh 55 perusahaan kertas di Indonesia. Peningkatan impor sampah terjadi ketika 2017, Tiongkok melakukan penghentian impor sampah.

baca juga: TNI Perketat Pengamanan Pascabaku Tembak di Papua

Prigi menyebutkan saat itu, Tiongkok sadar akan kesehatan masyarakatnya. Impor sampah justru membuat kerugian besar karena adanya peningkatan penyakit kanker dan cacat bayi. Akibat, banyak negara-negara di Eropa, Amerika dan Australia kebingungan untuk membuang sampah mereka.

"Saat itu sampah impor menjadi primadona untuk negara Tiongkok. Bahkan ada satu kecamatan di sana yang setiap rumahnya memiliki alat untuk mengelola sampah. Dari sampah itu kemudian dikelolanya menjadi sepatu, mainan dan berbagai barang lainnya yang ada di pasar kita dengan harga murah," katanya. (OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya