Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PARA pengungsi bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi di Kota Palu, Sulawesi Tengah tidak bisa menyembunyikan kesedihannya merayakan Lebaran 2019 di tenda-tenda pengungsian.
Mereka ada yang kehilangan tempat tinggal, harta benda dan sanak saudara, bahkan mengalami ketiga-tiganya saat bencana 28 September 2018 itu terjadi.
Baca juga: Usai Ramadan, Kang Emil Ajak Warga Jabar Jaga Kondusivitas
Para pengungsi dan anggota keluarga tampak berderai air mata saat berjabat salam saling memaafkan usai mengikuti ibadah Salat Idul Fitri, salah satunya pengungsi di kawasan pengungsian halaman Masjid Agung Darussalam Palu.
Ratusan pengungsi yang telah tinggal sembilan bulan lamanya di tenda-tenda pengungsian tersebut tampak bersemangat mengikuti Salat Id yang kali ini dilaksanakan di dalam Masjid Agung Darussalam Palu itu.
"Sedih pasti. Kalau tahun kemarin Lebaran di rumah. Sekarang berlebaran di sini (tenda pengungsian)," kata salah satu pengungsi, Fitri, Rabu (5/6).
Meski begitu, ia mengaku tetap tabah dan sabar menghadapi kenyataan pahit yang juga dirasakan ratusan kepala keluarga (KK) yang tinggal di sana.
"Semoga kami bisa segera pindah di huntara (hunian sementara). Sebagian sudah pindah. Sisanya kurang tahu bagaimana. Katanya habis Lebaran ini," ujarnya lagi.
Dia berharap janji-janji yang disampaikan baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengenai kepastian dirinya dan pengungsi lainnya menempati huntara dalam waktu dekat ini bukan hanya isapan jempol belaka.
Selain itu, pengungsi korban likuefaksi di kawasan pengungsian terpadu Sport Center Kelurahan Balaroa juga berharap demikian.
"Saya dengan keluarga sudah capek dan bosan tinggal di tenda pengungsian ini. Mana belum ada kejelasan dari pemerintah soal kapan kami pindah ke huntara," ujar salah satu pengungsi Yulista mengeluhkannya.
Dia dan keluarga yang kehilangan tempat tinggal akibat likuefaksi di kawasan Perumahan Nasional (Perumnas) Balaroa itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga di tenda pengungsian.
Baca juga: Kang Emil-Uu Ruzhanul Salat Id di Lapangan Gasibu
"Kalau bapak ibu mau tau bagaimana rasanya tinggal sembilan bulan lamanya di tenda pengungsi. Kemari saja. Rasakan sendiri tidur tidak lelap, malam kedinginan dan kalau siang hari panasnya minta ampun," katanya.
Meski demikian, dia bersyukur masih dapat merayakan Lebaran dengan sanak keluarga dan saudara meski duka pada 28 September 2018 belum bisa hilang dari ingatannya. (Ant/OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved