Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Tsunami yang tak Biasa

Cahya Mulyana
24/12/2018 07:15
Tsunami yang tak Biasa
(AFP/AZWAR IPANK)

SEBANYAK 89 orang dari 260 total peserta gathering yang digelar Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Barat PLN di Tanjung Lesung, Banten, belum ditemukan pascatsunami, Sabtu (22/12). Sementara itu, 157 orang selamat dan 14 ­orang meninggal dunia.

“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun hingga saat ini PLN masih terus melakukan ­upaya evakuasi, pendataan, serta pencarian peserta fami­ly gathe­ring dari Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Barat yang menjadi korban bencana tsunami di Tanjung Lesung, Sabtu (22/12) malam kemarin,” terang I Made Suprateka selaku Executive Vice President Corporate Communication and CSR PT PLN dalam keterangan pers kemarin.

Sementara itu, jumlah korban dan kerusakan akibat tsunami yang menerjang wilayah pantai di Selat Sunda terus bertambah. Data sementara yang berhasil dihimpun Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Minggu (23/12) pukul 16.00 tercatat 222 orang meninggal dunia, 843 orang luka-luka, dan 28 orang hilang.

Korban dan kerusakan ini meliputi di empat kabupaten terdampak, yaitu Kabupaten Pandeglang, Serang, Lampung Selatan, dan Tanggamus.

“Jumlah ini diperkirakan masih akan terus bertambah karena belum semua korban berhasil dievakuasi, belum semua puskesmas melaporkan korban, dan belum semua lokasi dapat didata keseluruhan. Kondisi ini menyebabkan data akan berubah,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis kemarin.

Tidak biasa
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bencana alam tsunami di Selat Sunda merupakan kejadian yang tidak biasa terjadi, yakni gelombang tsunami tanpa didahului dengan gempa bumi.

“Saya sudah berbicara dengan Kepala BMKG dan Geo­logi. Ini suatu kasus yang tidak biasa bahwa tsunami tanpa gempa. Jadi, gejalanya ada kemungkinan dari perubahan atau letusan Gunung Krakatau,” kata Wapres dalam jumpa pers seusai memimpin rapat penanggulangan bencana tsunami Selat Sunda di VVIP Room Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, kemarin.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengakui beberapa alat pendeteksi tsunami di beberapa wilayah perairan rusak. Salah satunya di perairan Selat Sunda yang sudah rusak dan hilang sejak 2007 lalu.

“Selama 11 tahun yang lalu sejak 2007 (Buoy hilang), enggak tahu ke mana. Buoy itu dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi),” kata Kepala Pusat Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Tiar Prasetya di kantor BMKG, Jakarta, kemarin.

Hingga saat ini, alat pendeteksi tsunami di perairan Selat Sunda belum dipasang kembali. Pengadaan alat yang disebut Buoy itu dibawah kewenangan BPPT, termasuk proses pemeliharaannya.  “Kita dikirimi data, tapi Buoy sekarang banyak yang rusak,” ucapnya.

Alat itu bisa mendeteksi kecepatan tsunami hingga mencapai daratan sehingga proses evakuasi warga di sepanjang bibir pantai bisa lebih cepat dilakukan. “Kecepatan tsunami, kalau di laut dalam mencapai 250 km per jam. Semakin mendekati daratan dangkal 40 km per jam,” pungkasnya. (Opn/Put/Dro/EP/KG/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya