Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Batang Jemput Warga yang Terdampak Gempa Palu-Donggala

Antara
12/10/2018 11:45
Batang Jemput Warga yang Terdampak Gempa Palu-Donggala
Bupati Batang Wihaji (Berkaos lurik) berbincang-bincang bersama korban selamat gempa dan tsunami di Sigi dan Donggala Sulawesi Tengah.(ANTARA/Kutnadi)

PEMERINTAH Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menjemput warganya yang terdampak gempa di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.

Sebelas dari warga yang terdampak bencana di Sulawesi Tengah difasilitasi pulang ke kampung halaman mereka di Batang pada Jumat (12/10) pagi.

"Sebelas korban selamat ini semula masih ditahan oleh mandor karena merasa mempunyai tanggung jawab pada anak buahnya yang belum mendapatkan bayaran atau gaji. Namun setelah mendapat gaji para korban diperbolehkan pulang dan kemudian kami jemput di Palu," kata Bupati Batang Wihaji.

Selain 11 pekerja bangunan yang bekerja di Palu dan Donggala itu, ia mengatakan, sebelumnya pemerintah kabupaten telah memulangkan 13 korban yang selamat dari bencana di Sulawesi Tengah.

Menurut dia, saat ini masih ada tujuh warga Batang yang masih berada di Sigi dan Donggala.

"Kita akan fasilitasi jika mereka mau pulang ke Batang," katanya,

Ia menambahkan ada satu warga Batang yang meninggal dunia akibat gempa Palu-Donggala. 

Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Satu Pintu, dan Tenaga Kerja Kabupaten Batang Sri Purwaningsih mengatakan 24 warga dari 31 warga Batang yang berada di Donggala dan Palu telah pulang ke kampung halaman masing-masing.  

"Total ada 31 warga Batang yang ada di Palu, yang dinyatakan selamat sebanyak 28 orang, satu meninggal dunia," katanya.

Sebelas warga Batang yang pada Jumat pagi pulang meliputi Sunadi, Sutrimo, Judi, Toto, Tasno, Ahmadi, Basir, Musafikin, Slamet Ngaman, Ropi'i, dan Kodirin. Semuanya warga Desa Sukomangli, Kecamatan Reban.

Judi, 36, bersama teman-teman sekampungnya bekerja sebagai buruh bangunan di Palu.

"Kami sudah bekerja di Palu selama lima bulan," kata Judi.

Matanya berkaca-kaca saat menceritakan kejadian gempa dan tsunami yang hampir merenggut nyawanya.

"Saat kejadian, saya hanya mengumandangkan takbir karena saya sudah pasrah, dan hanya bisa pasrah," katanya.

"Saat itu, saya melihat banyak korban tertimpa bangunan dan meninggal di tempat tanpa sempat meminta tolong, namun saya tidak bisa menolong dengan kondisi yang sangat mencekam itu," ia menambahkan. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya