Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Produksi Tahu dan Tempe di Pantura tidak Terpengaruh Naiknya Dolar

Akhmad Safuan
06/9/2018 16:30
Produksi Tahu dan Tempe di Pantura tidak Terpengaruh Naiknya Dolar
( ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

DI tengah-tengah merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, industri tahu dan tempe di beberapa daerah di pantura tidak terganggu. Mereka tetap berproduksi meskipun harga kedelai impor terus naik.

Pemantauan Media Indonesia di pantura, Kamis (6/9), industri tahu dan tempe di beberapa daerah di pantura seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Semarang dan Demak masih tetap bertahan dari gempuran Nilai tukar dolar terhadap rupiah yang telah menyentuh Rp15.000 per dolar.

Para perajin tahu dan tempe tetap berproduksi dan tidak mengurangi baik berat maupun ukuran, meskipun harga bahan baku kedelai impor terus merangkak naik Rp100 per kilogram dan kini telah mencapai Rp6.400 per kilogram.

"Harga tahu dan ukuran tetap sama, meskipun harga kedelai naik setiap hari karena saya tidak ingin membuat pelanggan kecewa," kata Garjito, 65, pengusaha industri tahu di Dusun Kebonan, Kelurahan Proyonanggan Utara, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang.

Tahu hasil produksi yang dipasarkan di beberapa daerah seperti Batang dan Pekalongan, demikian Garjito, dijual dengan harga tetap yakni Rp54.000 per kotak besar. 

"Untuk tetap bertahan ya harus mengurangi sedikit keuntungan," katanya sembari menambahkan bahwa setiap hari rata-rata membutuhkan 200 kilogram kedelai untuk bahan dasar.

Hal senada juga diungkapkan pengusaha industri tempe Solikhin, 49, di Banjardowo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Naiknya harga kedelai impor tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap produksi karena dari keuntungan yang didapat cukup menutupi penaikan harga bahan dasar tempe.

Para produsen tempe, demikian Solikhin, tidak berupaya mengurangi ukuran dan takaran bahan baku karena tidak ingin konsumen kecewa dan beralih ke produsen lain. Meskipun dari keuntungan menipis dibanding sebelumnya.

Ditanya kemungkinan mengganti dengan kedelai lokal, Anto, produsen tahu dan tempe di Tandang, Kota Semarang mengaku lebih berat risikonya karena mempenharuhi rasa dan pembuatannya. 

"Lebih baik untung sedikit dari pada produk tidak laku," imbuhnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya