Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SEKITAR 22 tahun lalu saat menyebut Kota Depok, banyak yang belum mengetahuinya. Dikira Kota Depok itu tempat jin buang anak saking belum terdengarnya nama tersebut. Kini, kondisi sudah berbanding terbalik 100%. Apalagi setelah perguruan tinggi ternama Universitas Indonesia pindah ke sana.
Sayangnya, pembangunan fisik yang gencar di sana tidak dibarengi dengan infrastruktur pendukung seperti fasilitas penanganan kebakaran.
Pemerintah Kota Depok kurang perhatian terhadap hal itu. Itu terlihat dari minimnya infrastruktur pemadam kebakaran. Misalnya, 25 dari 50 unit hydrant yang ada rusak berat dan ringan. Akibatnya, saat terjadi kebakaran, api cepat merembet dan menghanguskan bangunan.
Kenyataan itu diakui Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Pengendalian Kota Depok Yayan Arianto. Menurutnya, kasus kebakaran bangunan gedung, rumah, dan hutan di Kota Depok cukup tinggi. Penyebabnya ialah terbatasnya jumlah armada pemadam dan hydrant yang rusak.
“Bahkan, kondisi mobil pemadam kebakaran kini juga mulai rusak termakan usia. Saat diterjunkan ke lokasi untuk memadamkan kobaran api, sering ngadat,” ungkap Yayan, kemarin.
Kondisi itu diperparah dengan rusaknya hydrant yang ada. Padahal, dalam kondisi kebakaran, mobil pemadam kebakaran dan hydrant harus 100% siap. Jika tidak, pihaknya kesulitan memadamkan kobaran api.
“Peristiwa kebakaran merupakan fenomena tahunan, yang tak bisa diprediksi kejadiannya. Jadi segala sesuatunya harus siap 100%, baik SDM maupun peralatannya,” jelas dia.
Melonjak
Penyebab utama kasus-kasus kebakaran di Kota Depok, ungkap Yayan, ialah korsleting arus listrik, pembakaran sampah, puntung rokok, lilin, dan kompor meleduk.
Menurut Yayan, dari data yang ada, kasus kebakaran di Kota Depok cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya, sejak Januari hingga Maret 2017 terjadi kasus kebakaran sebanyak 68 kasus. Beberapa menyebabkan 135 bangunan hangus. Kasus itu meningkat jika dibandingkan dengan kasus kebakaran pada Januari-Maret 2016, yakni ada 49 kasus yang menghanguskan 58 bangunan.
Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok Agung Sugih Arti menambahkan keterbatasan jumlah hydrant yang tidak berfungsi optimal menjadi hambatan tersendiri bagi pihaknya menjangkau sumber air dari lokasi kebakaran.
Akibatnya, upaya pemadaman tidak bisa dilakukan dengan cepat sehingga api menjalar ke tempat lain. Apalagi, jika kebakaran terjadi di kawasan padat penduduk yang jauh dari sumber air. Hydrant menjadi sangat penting untuk menyuplai kebutuhan air guna memadamkan api.
Kewenangan penyediaan hydrant, ungkap Agung, ada di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Ketika Depok masih menjadi kota administratif dari Kabupaten Bogor dan statusnya meningkat menjadi kota madya pada 1999, jumlah hydrant tetap 50 titik. Saat itu kondisinya masih baik.
Seiring dengan perjalanan waktu, selama 15 tahun lebih belum ada penambahan titik hydrant lagi di Kota Depok. Justru yang terjadi kondisi hydrant yang ada tidak terawat dan 50% rusak.
Pihaknya berharap PDAM Kota Depok menginventarisasi kembali hydrant yang ada agar berfungsi optimal dengan debit air yang besar. Dengan demikian, itu memudahkan petugas pemadaman untuk menjangkau sumber air dan lokasi kebakaran.
“Dengan begitu, respons lebih cepat. Saya harap PDAM juga memikirkan hal ini,” ujar dia. Ia menjelaskan pihaknya kesulitan memadamkan api di Pabrik Lucky Abadi, showroom mobil, dan rumah makan Soto Kudus di Jalan Insinyur Haji Juanda, Kota Depok, akibat hydrant rusak, beberapa waktu lalu. (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved