Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Bang Angkot, Introspeksi Diri Dong

24/3/2017 08:58
Bang Angkot, Introspeksi Diri Dong
(ANTARA/Arif Firmansyah)

SEORANG penumpang angkutan kota (angkot) menebar keluhan lewat media sosial terkait dengan desakan angkutan konvensional menyamakan tarif.

Saat uang penumpang kurang sedikit, si abang angkot tanpa perasaan berteriak membuat kuping merah membara, “Woiii kalau enggak punya uang, jangan naik angkot.” Betapa malunya disemprot begitu, hanya karena kurang gopek.

Kekesalan lainnya, kalau penumpang cuma sendirian, bisa semena-mena diturunkan di pinggir jalan dan minta dibayar setengah. Bagaimana kalau uang penumpang yang tersisa cuma tinggal sekali jalan? Terpaksa pulang jalan kaki, sebab akan diomeli sopir angkot kalau ongkos kurang.

Dia ingat sekali ketika minta supaya angkot jangan lama mengetemnya, abang angkot nyeletuk pedas, “Kalau mau cepat, naik mobil sendiri saja.”

Padahal, di pintu angkot ditempel stiker ‘Anda butuh waktu, saya butuh uang’. Akan tetapi, kenapa lama-lama mengetemnya? Sesuai dengan teriakan sopir angkot, penumpang pindah ke transportasi online (daring), lebih cepat dan lebih murah, kenapa abang angkot sewot?

Angkutan daring tidak menebar asap rokok, tidak membiarkan copet beraksi di atas kendaraannya. Belum lagi pengamen dengan rambut punk meneror ke atas angkot. “Introspeksi dirilah, bang,” ujarnya.

Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek menurut rencana diberlakukan pada 1 April. Intinya, ada penyetaraan tarif taksi daring dengan angkutan konvensional.

Konsumen angkutan daring berharap pemerintah tidak merugikan hak masyarakat mendapatkan layanan transportasi terjangkau. “Pilihan kami jatuh pada angkutan online karena tarifnya murah,” papar Fina Aviana, warga Mustikajaya, Kota Bekasi, kemarin.

Selain murah, Fina mengaku beralih pilihan moda transportasi karena taksi daring lebih praktis bila dibandingkan dengan angkutan konvensional.

Dalam satu genggaman, lanjut dia, konsumen bisa mencari jenis angkutan yang diinginkan dan dijemput ke tempatnya duduk manis.

“Kita tidak perlu pesan lewat call center sehari sebelumnya seperti taksi konvensional,” kata Fina yang tetap memutuskan memakai jasa taksi daring sekalipun tarifnya disejajarkan.

Di tempat terpisah, Dhedi Afrianto, sopir Go-Jek di Bekasi, mengaku pasrah dengan aturan yang dibuat pemerintah. Sebenarnya, kata dia, Permenhub 32/2016 lebih menguntungkan jika penumpang tetap menggunakan transportasi daring. Ketika bergabung dengan PT Go-Jek Indonesia pada 2015, dirinya dibayar Rp5.000 per kilometer. Kini hanya Rp2.500 per kilometer.

Penghasilannya pada 2015 bisa mencapai Rp400 ribu-Rp500 ribu per hari. Sekarang setelah tarif murah hanya kebagian Rp150 ribu per hari. “Yang dirugikan kan penumpang,” imbuhnya.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Yayan Yuliani mendesak pengaturan angkutan daring perlu disegerakan. “Bila terjadi gesekan angkutan online dan konvensional, pemerintah yang harus menyelesaikan. Oleh sebab itu, Permenhub 32/2016 disegerakan agar tidak ada lagi yang mengusik,” ujar Yayan. (Gana Buana/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya