Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Bangunan Renta Langka Pengunjung

MI/NELLY MARLIANTI
17/12/2015 00:00
Bangunan Renta Langka Pengunjung
(Dok.MI)
PASAR Rumput yang berada di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, dikenal sebagai pusat perdagangan berbagai barang bekas. Mulai sepatu bekas, kereta bayi (stroler), perlengkapan rumah sakit, peralatan kantor, hingga kloset bekas ada di kawasan tersebut.

Toko-toko penjual barang-barang bekas yang berjajar di sepanjang Jalan Sultan Agung itu selalu ramai pengunjung. Namun, karena barang dagangan dijajar hingga memenuhi trotoar, pembeli pun kerap berjalan dari satu toko ke toko atau lapak lain di badan jalan. Tidak mengherankan bila lalu lintas di kawasan itu kerap macet.

Pemandangan tersebut diperparah kondisi bangunan Pasar Rumput milik PD Pasar Jaya yang dari waktu ke waktu tidak terurus. Bangunan berlantai tiga tersebut kini hanya tersisa dua lantai karena lantai paling atas hancur dan atapnya ambruk sehingga tidak bisa lagi digunakan.

Pasar dengan luas total 12 ribu meter persegi itu memang sudah lama tidak direvitalisasi. Karena itu, bagunannya sudah tidak lagi terlihat lagi seperti pasar, tetapi lebih mirip bangunan tua yang lama tidak dihuni.

Pasar Rumput terdiri dari dua bangunan dan masing-masing terdiri dari tiga lantai. Namun, karena kondisi lantai 3 hancur, tinggal lantai dasar dan lantai 2 yang berfungsi. Bahkan di lantai 3 tidak terlihat ada sisa-sisa kios. Hanya ada asbes sisa atap yang menggantung tidak beraturan.

Di lantai 2, hanya tersisa 10 pedagang sepatu di kios-kios yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Sebagian kios lainnya justru dimanfaatkan untuk kafe dan salon yang baru buka menjelang malam. Salon tersebut oleh para pedagang disebut sebagai salon 'esek-esek'.

Kondisi barang-barang yang dijual di lantai 2 pun tidak berbeda jauh dari barang yang ada di pasar-pasar pada umumnya. Bahkan, sepatu yang dijual di lokasi sepi konsumen tersebut terlihat kurang up to date.

Beberapa orang terlihat melihat-lihat barang yang dijual, tapi kemudian berlalu tanpa membeli apa pun. Para pedagang di lantai dasar antara lain menjual pakaian, jam tangan, dan sandal, dan perhiasan emas.

Kebakaran dan tawuran
Kepala Pasar Rumput Edo menjelaskan, sejak dibangun pada 1974, hingga saat ini pasar memang belum diperbaiki. Ia mengaku sudah mengajukan permintaan perbaikan kepada PD Pasar Jaya DKI, tetapi baru direspons September lalu bahwa pasar baru akan direvitalisasi awal tahun depan. "Bagunan ini sudah bukan tua lagi. Kalau manusia, ini sudah seusia nenek-nenek sehingga memang sudah pantas direvitalisasi," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Menurut Edo, kondisi Pasar Rumput sepi setelah terbakar pada 2004. Dalam peristiwa itu lantai 3 pasar habis dilalap api. Setelah hangus, lantai yang semula merupakan pusat perkantoran dan rumah makan tersebut tidak diperbaiki sehingga penyewa di lantai tersebut pergi.

Selain akibat terbakar, pasar sepi pengunjung karena kawasan itu rawan tawuran sehingga calon konsumen takut datang ke Pasar Rumput. Setelah kebakaran, jumlah kios di Pasar Rumput tinggal 1.450 unit dari semula 1.781 unit.

Salah seorang pedagang, Ujang, pedagang yang telah berjualan sandal 20 tahun di pasar itu, mengaku setuju bila pasar diperbaiki dan dibangun rumah susun di atasnya. "Saya setuju. Pasar ini sudah lama tidak diperbaiki. Kalau diperbaki siapa tahu banyak pembeli yang mampir," ujarnya.

Ia mengungkapkan, sejak pasar sepi, penghasilannya tidak pernah mencapai Rp500 ribu per hari. Padahal, saat pasar masih ramai pengunjung, omzetnya jauh di atas angka itu.

Ujang juga mengaku tidak keberatan bila setelah Pasar Rumput direvitalisasi tarif sewa lapak menjadi lebih mahal daripada sebelumnya. Saat ini ia membayar sewa lapak di lantai 1 seharga Rp1 juta per bulan dan retribusi Rp10.000 per hari. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya