Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PIHAK kepolisian tengah memburu terduga pelaku dari jaringan pedofil. Penyidik meyakini masih ada korban lainnya yang belum teridentifikasi dan pelaku lain yang berkeliaran.
“Sudah ada beberapa nama terduga pelaku, kita dalami,” ujar Wakil Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKB Akhmad Yusep Gunawan.
Penyidik masih mengidentifikasi konten pornografi yang berasal dari grup Facebook ataupun Whatsapp bernama Loly Candy. Dari sana identitas lengkap seluruh pelaku dan korban bisa diketahui. Korban yang diperkirakan terdiri dari anak-anak harus mendapat perlakuan khusus.
“Ada beberapa korban yang tidak hanya gambar, tapi juga (menjadi korban) perbuatan seksual,” ucapnya.
Sementara ini jumlah tersangka masih empat orang, dua dewasa yakni Wawan, 27 dan Dede S, 24. Sisanya remaja, DF, 17, dan SH, 16. Yusep menerangkan, berdasarkan pengakuan sementara para tersangka, mereka turut menerima pesanan konten perbuatan seksual dengan konsep tertentu. “Artinya melihat dari keterangan para pelaku, patut diduga ada permintaan. Contohnya dari grup akun lain meminta admin, yang juga pelaku, untuk memerankan konsep atau konten tertentu,” jelas Yusep.
Penyidik telah melimpahkan berkas perkara dari dua tersangka yakni DF, 17 serta SH, 16, sebab masih di bawah umur sehingga masa pena-hanan mereka dibatasi selama 15 hari.
Berkas perkara keduanya telah diterima kejaksaan. Kedua pelaku akan diuji secara psikologis soal motif mereka.
“Kondisi kejiwaan mereka pun masih didalami psikolog,” kata Yusep.
Sebelumnya, polisi meng-identifikasi ada 12 jaringan pelaku pedofilia. Sebelas merupakan jaringan internasional, satu merupakan jaringan nasional. Para tersangka ialah admin dari grup Whatsapp dan Facebook bernama Loly Candy. Grup Facebook tersebut memiliki 7.497 anggota dan grup Whatsapp memiliki 156 anggota.
Kepala Subdirektorat Cyber Crime Roberto Pasaribu mengatakan pihaknya tengah memblokir konten-konten yang ditemukan dari grup tersebut.
“Bahaya karena internet kan borderless. Ketika sese-orang meng-upload gambar otomatis kesebar ke seluruh dunia. Jadi kami upayakan blokir. Jika tidak, gimana kalau korban sudah dewasa kemudian dia melihat konten tentang dirinya tersebar di dunia maya?” kata Roberto.
Dengan terungkapnya kasus itu, bagi Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara Nanang Djamaludin, harus dilihat bahwa para pedofil di Indonesia eksis dan tumbuh. Sepertinya para pedofil itu hendak mengimitasi gerakan kaum LGBT, yang mengubah pola gerakan mereka menjadi gerakan internasional.
“Sayangnya terkait dengan penyebarluasan aksi porno-grafi anak, masyarakat masih tak banyak yang terlalu peduli. Hal itu dianggapnya tidak memiliki kaitan dengan proses penciptaan monster pedofil itu sendiri. Coba lihat tersangkanya, dia awalnya ialah korban. Ini harus diwaspadai dan ditanggani dengan sungguh-sungguh,” tandas Nanang. (Nic/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved