Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Naman Bantah Mengadang Kampanye Djarot

Nur Azizah
13/12/2016 11:54
Naman Bantah Mengadang Kampanye Djarot
(Antara/Muhammad Adimaja)

NAMAN Sanip membantah melakukan pengadangan saat calon wakil gubernur DKI DKI Djarot Saiful Hidayat berkampanye di kawasan Kembangan Utara pada 9 November 2016.

Hal itu dikatakan Abdul Hari, kuasa hukum Naman, di persidangan yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan, eksepsi dan mendengarkan keterangan sejumlah saksi, termasuk Djarot.

Abdul Hari mengatakan, dakwaan yang disampaikan Hakim Ketua Masrizal tidak benar. Ia menjelaskan, Sanip hanya ingin menyampaikan aspirasinya.

"Dia ingin menyampaikan aspirasi. Menurut keyakinannya, Ahok menistakan agama," kata Haris di Ruang sidang Kusuma Atmaja di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (13/12).

Haris mengatakan, kliennya hanya ingin membela agama yang dianut. Dirinya tidak pernah mengumpulkan massa. Setelah berkumpul, Ahok tidak kunjung datang.

"Yang datang malah Djarot. Ustad Naman bukan pemimpin demo. Dia bukan pemimpin penolakan. Dia hanya ada di dalam rombongan," kata Abdul Hari.

Haris menyebut pertemuan Djarot dengan Naman tidak disengaja. Secara kebetulan, Naman berada paling dekat dengan cawagub nomer urut dua itu.

"Jadi mengajukan keberatan?" tanya Ketua Hakim Masrizal pada Pengacara Naman.

"Iya kami akan mengajukan keberatan. Kami minta waktu," jawab Haris.

Sidang akan dilanjutkan besok, Rabu (14/12), pukul 9.00 WIB dengan agenda pembacaan eksepsi.

Sidang kasus pengadangan Djarot di Kembangan Utara yang digelar hari ini merupakan sidang pertama. Sidang pertama beragendakan pembacaan surat dakwaan, eksepsi, dan mendengarkan keterangan sejumlah saksi, termasuk Djarot.

Sidang kasus pengadangan yang dialami Djarot akan dilangsungkan secara maraton selama tujuh hari sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Naman dijerat Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dalam Pasal 187 ayat 4 disebutkan, tiap orang yang menghalangi jalannya kampanye dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp6 juta. (MTVN/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya