Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Penghuni Rusun Punya Gaya

Irwan Saputra
04/5/2016 07:49
Penghuni Rusun Punya Gaya
(Pedagang kaki lima berjualan di depan kompleks Rumah Susun Sederhana Sewa Kapuk Muara, Jakarta Utara--MI/Galih Pradipta)

RUMAH Susun (Rusun) Kapuk Muara di Penjaringan, Jakarta Utara, dibangun untuk korban penggusuran di Waduk Pluit dan permukiman kumuh lainnya. Rusun itu kini dalam soroton, karena 355 penghuni dari 700 unit rusun ternyata bukan korban gusuran. Mereka justru dari kalangan mampu dan sebagian besar beretnis Tionghoa.

Dari pengamatan Media Indonesia, kemarin (Selasa, 3/5), sekitar 500 meter dari Rusun Kapuk Muara, terdapat tanah lapang dengan luas sekitar 200 meter. Letaknya tepat di samping Vihara Kirti di Jalan Vikamas Tengah 9. Pagar beton tinggi menjulang menutupi area tersebut, dengan dua pagar besi setinggi 2 meter yang terdapat pelang 'terima parkir'.

Dari sela-sela pagar, jelas terlihat mobil Land Cruiser, Pajero, Honda CRV, dan sejenis jip. Mobil seharga Rp100 juta-Rp300 juta, seperti Mobilio, Avanza/Xenia, Livina, terlihat mengilap diterpa terik mentari.

Lokasi itu, dijelaskan pihak RT dan pengelola Rusun Kapuk Muara, merupakan tempat parkir para keturunan Tionghoa penghuni rusun.

"Dulunya, di rusun ini penuh mobil parkir, tapi setelah dilarang, tiga bulan terakhir mereka parkir di dekat wihara," kata salah seorang pengelola rusun, yang minta namanya dirahasiakan, kemarin.

Media Indonesia yang berusaha melongok lebih dalam ke area parkir ditegur penjaga. "Heii! Ada apa lihat-lihat!" teriak pria berkulit hitam yang berjaga tepat di dekat gerbang masuk. Saat diberi penjelasan, pria yang dari perawakannya terlihat dari Indonesia Timur itu malah emosi.

Dari aksesori di hunian rusun di sana, kita mudah mengetahui mana penghuni asli dan mana penghuni keturunan Tionghoa. Jika dilihat dari eksterior, rumah milik pendatang sangat berbeda dengan penghuni asli hasil relokasi. Bagian depan dan belakang rumah mereka dikerangkeng dengan teralis besi.

"Pokoknya kalau yang pakai teralis, pasti punya mereka. Kita waktu mau sidak saja susah, mereka enggak mau buka pintunya," ujar pengelola di sana. Untuk mendapat keterangan dari mereka pun sulit. Hunian mereka yang berteralis terlihat sepi. Ketika ditanya mengenai keberadaan mereka di rusun tersebut, mereka enggan berkomentar dan berpaling.

Lufiah, salah seorang penghuni di Blok D di rusun itu, merasa seperti tidak bertetangga dengan masyarakat pendatang tersebut. "Mereka bicara juga pakai bahasa Tiongkok, kumpulnya sama mereka saja," kata wanita yang sudah sembilan tahun menghuni rusun itu.

Salah seorang ketua RT dari enam RT di rusun itu menjelaskan mayoritas dari mereka berprofesi sebagai wiraswasta dan pengawai swasta.(J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya