Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Soal Rem Darurat, Wagub DKI: Tunggu Pemerintah Pusat

Putri Anisa Yuliani
19/6/2021 16:35
Soal Rem Darurat, Wagub DKI: Tunggu Pemerintah Pusat
Petugas kebersihan melintas di depan mural tentang pandemi covid-19 di Kawasan Tebet, Jakarta.(Antara/Galih Pradipta.)

KASUS baru covid-19 di Jakarta telah naik sepekan terakhir. Sejak Minggu (13/6), penambahan kasus baru covid-19 di Jakarta menyentuh angka di atas 1.000 kasus.

Bahkan dua hari terakhir angkanya telah di atas 4.000 dan mencapai 4.737 kasus pada Jumat (18/6). Ini kasus baru terbanyak semenjak pandemi melanda Ibu Kota.

Namun demikian, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan, pihaknya tak bisa serta merta menarik rem darurat alias kembali menerapkan PSBB. Hal tersebut harus dilakukan atas arahan dari pemerintah pusat karena Pemprov DKI selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat atas segala perkembangan kasus yang terjadi di Jakarta.

Ia pun menegaskan belum diambilnya kebijakan rem darurat bukan terkendala oleh pemerintah pusat. Untuk sementara ini, Jakarta masih menerapkan PPKM Mikro hingga 28 Juni mendatang.

"Tidak. Belum. Kami tunggu pemerintah pusat," kata pria yang akrab disapa Ariza itu pada Jumat (18/6) malam.

Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, Mantan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama meminta agar pemerintah pusat melakukan peningkatan protokol kesehatan di masyarakat dalam menghadapi lonjakan kasus covid-19 yang saat ini sedang terjadi.

Yoga yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara mengatakan, aturan pembatasan sosial saat ini harus lebih ketat dibandingkan dua minggu lalu karena saat ini wabah sedang mengganas. Tjandra menyebutkan salah satu langkah peningkatan prokes yang bisa dilakukan yakni sedang direncanakan oleh pemerintah pusat berupa 75% work from home (WFH) bagi seluruh kementerian.

"Bila kantor kementerian WFH 75% akan berdampak kepada hal-hal yang lain. Dampaknya besar. Seperti saya harus mengurus sesuatu ke salah satu kementerian Senin besok. Saya pikir ini kenapa enggak bisa lewat virtual saja. Karena kementerian tersebut belum WFH 75%, saya jadi mesti harus ke sana. Nah, ini salah satu contohnya. Ketika WFH 75%, pelayanan kepada masyarakat tetap bisa dilakukan virtual," paparnya dalam diskusi virtual Populi Center, Sabtu (19/6).

 

Selain itu, jika kementerian berani menerapkan 75% WFH, perusahaan swasta maupun BUMN yang berkaitan dengan kementerian tersebut dimungkinkan akan mengikuti kebijakan itu. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya