Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Regulasi Ambigu, PSBB DKI Jakarta Terancam Gagal

Selamat Saragih
16/4/2020 21:12
Regulasi Ambigu, PSBB DKI Jakarta Terancam Gagal
Mulai 7 April 2020, pemerintah melarang transportasi daring khususnya sepeda motor untuk mengangkut penumpang.(Antara)

PELAKSANAAN Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta terancam gagal karena regulasi yang ambigu, sehingga perkantoran, industri, sekolah dan lain-lain masih tetap buka. Bila mengutip Peraturan Gubernur (Pergub) DKI No 33/2020 tentang PSBB tentang Penanganan Corona Disease 2019 (Covid-19), PSBB di wilayah DKI Jakarta dimulai pada 10 April 2020. Sehingga terhitung tanggal itu di wilayah DKI Jakarta sudah tidak ada lagi perkantoran, industri, sekolah dan lain-lain masih buka serta memunculkan kerumunan apapun alasannya.

Hal itu diungkapkan Agus Pambagio, pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen, melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (16/4). Namun keberadaan semua angkutan umum, angkutan pribadi dan fasilitas umum (minimarket/ supermarket, warung, dan lain sebagainya) dapat beroperasi dengan izin terbatas, tidak dihentikan total.

"Hingga hari Kamis (16/4) merupakan hari ketujuh pelaksanaan PSBB di wilayah DKI Jakarta dan saya masih memonitor, baik langsung maupun melalui sarana nirkabel dengan berbagai sektor dan Pemprov DKI Jakarta. Sampai pagi ini lalu lintas jalan belum berubah di beberapa tempat masih ramai," lanjut Agus.

"Penumpang KRL pagi ini dari semua jurusan menurun dibanding kemarin. Tetapi masih ramai dan masih berdempetan di dalam KRL Jabodetabek. Pengaturan jarak masih belum efektif. Kemarin 15 April 2020, penumpang yang tap in di gate masuk seluruh stasiun yang ada hingga jam 08.00.00 WIB pagi berjumlah 64.649 orang. Pagi ini 16 April 2020 berjumlah 53.284 orang. Ada penurunan tetapi masih padat untuk implementasi kebijakan PSBB," ujarnya.

Menurut Agus, munculnya dualisme kebijakan di tingkat Peraturan Menteri sudah membingungkan publik dan pelaksana lapangan termasuk Pemerintah daerah. Ambiguitas kebijakan pemerintah bertambah rumit lagi setelah munculnya Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian No 4/2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019. Berkat SE Menperin, banyak pabrik/industri termasuk 200 industri non esensial tetap beroperasi.

Agus berpendapat, jika ingin berhasil, inilah langkah yang harus dijalani oleh Jakarta. "Ambigunya peraturan perundangan pemerintah berakibat semua pihak saling menyalahkan, publik bingung, tingkat ODP-PDP-meninggal terus bertambah di zona merah khususnya. Anehnya sumber kesalahan gagalnya sistem regulasi PSBB yang kena getahnya sektor transportasi, khususnya KRL Jabodetabek," ungkap Agus.

"Bagaimana penumpang KRL Jabodetabek akan bisa atur jarak jika kepadatan penumpang masih ratusan ribu di peak hour sebagai akibat sektor lain tidak berhenti beroperasi. Bagaimana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengenakan sanksi untuk menutup industri. Jika industri tersebut masih beroperasi karena ada izin dari Menteri Perindustrian. Jangan salahkan KRL Jabodetabek di sektor hilir jika sektor hulunya masih beroperasi."

Agus menegaskan, apabila Pemerintah masih terus membuat aturan dan kebijakan pelaksanaan yang ambigu serta saling bertabrakan disertai dengan begitu banyak pasal pengecualian, PSBB tidak akan berhasil dan menekan jumlah orang yang terinfeksi virus corona (Covid-19).

"Itu sebabnya sampai hari ini mayoritas Pemerintah Daerah belum mengajukan PDSBB ke Kementerian Kesehatan. Tanpa sanksi penegakan hukum dan banyaknya pasal pengecualian, jangan harap Covid-19 hengkang dari bumi Indonesia. Apa sebaiknya penanganan Covid-19 ini tidak perlu diatur saja karena terlalu banyak kecuali, di berbagai Kebijakan Kementerian?," jelasnya. (OL-12)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik