Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Hibernasi atau lebih tepatnya meditasi alam sebagai akibat dari pandemi covid-19 yang diikuti oleh seruan pemerintah serta diikuti oleh masyarakat untuk melakukan social dan physical distancing, belum berhasil menurunkan pencemaran udara di DKI Jakarta.
Kualitas udara masih pada kategori tidak sehat, yaitu dengan konsentrasi PM2.5 rata-rata 44.55 µg/m3. Kualitas udara ini tercatat selama 10 hari pelaksanaan social dan physical distancing (16–25 Maret 2020). Namun, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin mengatakan ada tren penurunan tipis pencemaran udara DKI Jakarta.
Alhasil bila social dan physical distancing diteruskan secara disiplin, penurunan pencemaran udara ini akan efektif. Terlebih jika diikuti dengan pelarangan kendaraan penumpang pribadi dan umum tanpa urgency/emergency yang dapat dipertanggungjawabkan melintas di jalan raya, kualitas udara yang baik akan tercapai.
"Kategori yang sangat membantu meringankan risiko bagi penderita terinfeksi covid-19," kata Ahmad dalam keterangan resminya, Selasa (31/3).
Masih buruknya kualitas udara di tengah 'istirahat' aktivitas ekonomi karena pandemi bisa disebabkan beberapa hal, yakni relatif belum menurunnya secara signifikan pencemaran udara ambient di DKI Jakarta karena TSP (Total Suspended Particulate) dan particulate atau debu berukuran kurang dari 2.5 mikron (PM2.5) sangat ringan.
Gaya gravitasi tidak begitu berpengaruh terhadap proses peluruhan parameter pencemaran TSP dan PM2.5 untuk mengendap ke permukaan tanah. Akibatnya TSP dan PM2.5 memerlukan waktu beberapa hari hingga berminggu-minggu untuk bisa luruh ke permukaan tanah.
Selain itu, imbuh Ahmad, kualitas udara yang buruk disebabkan adanya exposure yang berasal dari industri di Jabodetabek yang tetap berproduksi. "Walaupun terjadi penurunan akibat social/physical distancing termasuk pabrik semen di kawasan Bogor," ungkapnya.
Baca juga: Polusi Udara Jakarta Terburuk di Dunia
Ia juga menyebut faktor adanya fugitive air pollutant dari coal-fired power plant dan diesel power plant yang ada ada di Pulau Jawa, terutama yang berada di seputar Cilegon dan Tangerang (sesuai arah angin bulan Oktober-Maret).
"Faktor kualitas udara yang belum sepenuhnya baik juga karena masih beroperasinya sebagian pabrikan di DKI Jakarta, di mana 33% energi pabrik masih menggunakan bahan bakar batu bara dan ada indikasi 7,26% PM2.5 berasal dari pembakaran batu bara," paparnya.
Ahmad juga menyebut masih adanya aktivitas loading/unloading kapal-kapal di Pantura DKI Jakarta terutama Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Batu Bara Marunda menjadi penyebab kualitas udara tidak baik. Diketahui kapal-kapal tersebut berbahan bakar marine fuel dengan kadar belerang di atas 10.000 ppm yang menjadi pemicu pencemaran udara.
"Meningkatnya kecepatan kendaraan-bermotor di Jabodetabek akibat penurunan kemacetan di jalan raya sebagai konsekuensi social/physical distancing dapat meningkatkan exposure road dust (debu jalanan)," lanjutnya.
Selama social dan physical distancing masih belum berjalan secara sempurna yang ditandai oleh disiplin masyarakat dan tindakan tegas aparat penegak hukum maka pencemaran udara masih akan relatif tinggi.
"Sebagaimana apa yang terjadi di Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok, di mana ketika awal kebijakan total isolation diterapkan untuk kota Wuhan, maka kualitas udara tidak serta merta membaik. Memerlukan proses peluruhan fine particulate ke permukaan tanah dan perlu isolasi total termasuk terhadap lalu lintas kendaraan bermotor yang dimaksudkan untuk menghentikan proses penularan covid-19 yang kemudian memberikan manfaat ganda dalam menghentikan paparan debu jalanan dan emisi lainnya," tutupnya. (OL-14)
Partikel PM2.5 dan PM10 yang dapat menyebabkan infeksi pernapasan, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), mengi, asma sampai kematian berlebih termasuk sakit jantung.
Polusi udara berisiko menyebabkan asma, ISPA, penyakit kardiovaskular, penyakit paru sampai dengan resisten insulin pada kelompok usia muda seperti anak-anak dan remaja.
Paparan polusi udara berisiko menyebabkan asma, ISPA, penyakit kardiovaskular, penyakit paru sampai dengan resisten insulin pada kelompok usia muda seperti anak-anak dan remaja.
Kualitas udara Jakarta tercatat berada pada urutan kedua sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, setelah Tangerang Selatan, Banten dengan poin 191.
Kualitas udara Jakarta bukan hanya soal isu lingkungan, tapi juga soal kesehatan publik dan stabilitas ekonomi di wilayah urban.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara partikel halus (PM2.5) dapat menyebabkan fibrosis miokard.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved