Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
BERBAGAI upaya dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk mengatasi kemacetan. Namun, dari rilis lembaga riset transportasi dan teknologi Tomtom, justru menunjukkan indeks kemacetan Jakarta tidak berubah.
Indeks kemacetan Jakarta bertahan di angka 53% sejak tahun lalu hingga kini. BPTJ pun mendesak Pemprov DKI serius membatasi jumlah pergerakan kendaraan di ibu kota untuk mengatasi kemacetan.
"Pemerintah daerah dapat mendorong pembatasan kepemilikan misalnya dengan pajak maupun persyaratan tertentu untuk memiliki kendaraan pribadi seperti persyaratan memiliki garasi," kata Kepala Biro Humas BPTJ Budi Rahardjo dalam keterangan resminya, Sabtu (1/2).
Sementara itu, untuk pembatasan ganjil genap saat ini sudah efektif. Namun, dinilai masih kurang apabila dibandingkan dengan ganjil genap saat dilangsungkannya Asian Games 2018.
Baca juga: BPTJ: Peringkat Turun tapi Jakarta Tetap Macet
Saat itu, ganjil genap dilakukan selama 15 jam sejak pukul 06.00 hingga pukul 21.00 WIB. Hal ini sebelumnya telah direkomendasikan oleh BPTJ untuk diterapkan.
"Pemprov DKI menanggapi positif hal tersebut meski tidak sama persis seperti rekomendasi BPTJ, Pemprov DKI memutuskan untuk memperluas pemberlakukan koridor kebijakan ganjil-genap di jalan arteri DKI dari 10 menjadi 25 ruas jalan, namun hanya berlaku pada pagi dan sore hari," tutur Budi.
Menurutnya, kebijakan ini juga harus didukung dengan langkah peningkatan integrasi angkutan feeder Transjakarta melalui program Jaklingko sehingga memudahkan masyarakat untuk mengakses angkutan umum massal.
Selain itu pemerintah meningkatkan langkah-langkah yang bersifat pull policy seperti meningkatkan ketersediaan angkutan umum massal baik berbasis jalan maupun rel serta meningkatkan aspek integrasinya baik dari sisi fisik maupun sistem.
Diharapkan dengan langkah-langkah ini akan semakin memudahkan masyarakat menggakses angkutan umum massal di seluruh wilayah Jabodetabek.
"Mengingat salah satu Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator) yang harus dapat dicapai sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) adalah pergerakan orang dengan angkutan umum harus mencapai 60% dari total pergerakan orang," ungkapnya.
Penggunaan angkutan umum massal berbasis rel ataupun jalan juga perlu diikuti dengan aktivitas berjalan kaki baik first mile maupun last mile (non-motorized transportation) yang pada hakekatnya merupakan salah satu perwujudan konkret dari transportasi massal yang berkelanjutan (ramah lingkungan).
Untuk itu, pemerintah juga harus terus meningkatkan ketersediaan prasarana untuk pejalan kaki. Mengingat ketersediaan fasilitas pejalan kaki juga menjadi salah satu capaian dalam Indikator Kinerja Utama yang harus dapat dipenuhi sebagaimana tertuang dalam RITJ.(OL-5)
LEMBAGA Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD) menilai Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan bisa menjadi sebagai standar nasional dalam pengelolaan sampah perkotaan.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengembangkan Intelligent Traffic Control System (ITCS) untuk mengatasi kemacetan ibu kota dengan berbasis tekonologi artificial intelligent.
Pemprov DKI perlu menjelaskan bahwa ERP bukan pajak tambahan, melainkan mekanisme pengelolaan ruang jalan secara adil
GUBERNUR DKI Jakarta Pramono Anung meminta Dinas Bina Marga untuk menertibkan seluruh pembangunan atau proyek galian yang menyebabkan kemacetan di Jakarta.
Deddy menjelaskan bahwa tarif untuk kendaraan yang melintas di jalan yang terpasang ERP seperti di beberapa negara maju, jauh lebih mahal dibandingkan lewat jalan tol.
Polda Metro Jaya mengungkap kemacetan parah yang terjadi di ruas Jalan Gatot Subroto menuju Jalan Jenderal Sudirman pada Rabu (28/5) disebabkan oleh tingginya volume kendaraan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved