Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TIM Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) seyogyanya adalah tim yang berisikan PNS dengan pangkat terakhir kepala dinas atau kepala badan yang dimutasi karena dinilai sudah tidak cakap untuk bekerja. Atau dinilai masih pantas bekerja namun sudah mendekati usia pensiun. Dulunya tim ini dibentuk oleh Mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan diteruskan hingga kini.
Namun, keberadaan PNS di dalamnya semakin terusir kala Jakarta dipimpin oleh Anies Baswedan. Di tangan Anies, TGUPP hanya diisi oleh tenaga ahli non PNS sebut saja nama Bambang Widjojanto yang sebelumnya adalah wakil ketua KPK di periode kepimpinan Abraham Samad.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta Chaidir menegaskan hal tersebut saat dikonfirmasi kemarin.
"Ya saat ini PNS sudah tidak ada di TGUPP," ujarnya, Sabtu (5/10).
Chaidir mengatakan PNS terakhir yang berada di TGUPP adalah Yurianto yang sebelumnya adalah kepala Badan Pembina BUMD (BP BUMD). Hanya beberapa bulan dimutasi ke BP BUMD, Yurianto menjadi tenaga ahli atau widyaiswara di Badan Pengembangan SDM (BPSDM) DKI Jakarta.
"Terakhir ada Pak Yurianto tapi sekarang beliau menjadi widyaiswara," ungkapnya.
Hal ini pun turut dikritisi oleh anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana. Selain tidak adanya lagi PNS di tubuh TGUPP, William juga mengkritisi rencana kenaikan anggaran penyelenggaraan TGUPP dari Rp18,99 miliar menjadi Rp26,5 miliar.
Rencana kenaikan itu diusulkan melalui Kebijakan Umum APBD dan Plafon Prioritas APBD Sementara (KUAPPAS) 2020.
William menyebut kinerja TGUPP hingga kini belum terlihat sehingga tidak layak mendapat kenaikan anggaran. Ia pun menyebut perekrutan TGUPP yang tidak transparan membuatnya terkesan menjadi program untuk bagi-bagi jabatan pada orang dekat gubernur.
"Menurut saya, TGUPP itu tidak perlu. Nyatanya TGUPP itu tidak mencerminkan. Banyaknya anggaran dan banyaknya personel di TGUPP itu enggak mencerminkan kinerja Pak Gubernur sekarang. Jadi sebenarnya boros-borosi anggaran," tegas anggota DPRD DKI termuda itu.
baca juga: Rifat Umar Mengaku Sudah Setahun Konsumsi Ganja
William menyayangkan dalam pengusulan kenaikan anggaran TGUPP, eksekutif terlihat tidak bijak. Apalagi DPRD DKI tidak dapat secara langsung mengawasi anggaran tersebut.
"Nah, itu juga yang kita jadikan perhatian. Karena kami di komisi A pun, walaupun itu anggaran dari Bappeda tapi kami tidak bisa melakukan pengawasan secara langsung ke TGUPP. Makanya, dilemanya di sini. Sudah anggaran besar, hasil tidak ada, kita tidak bisa mengawasi. Akhirnya bisa jadi TGUPP jadi bagi-bagi kursi jabatan saja," tandasnya.(OL-3)
TGUPP memiliki peranan yang cenderung mendominasi pejabat struktural di Pemprov DKI Jakarta. Tim itu juga tidak memiliki kewenangan untuk membuat dan mengimplementasikan kebijakan.
Perbandingan Hak Keuangan TGUPP dengan TKD PNS DKI Jakarta
"Peningkatannya sangat tajam. Kalau nggak salah target kan 40 dokumen. Jadi kalau dihitung-hitung dengan anggaran hampir Rp29 miliar sekitar Rp500 juta per dokumen,"
Awal pembentukan TGUPP di 2016, anggaran yang dialokasikan adalah Rp1 miliar yang lalu meningkat jadi Rp18,99 miliar pada 2019 dan akan meningkat lagi jadi Rp26,5 miliar pada 2020.
Anggaran TGUPP diusulkan naik dari Rp18,9 miliar menjadi Rp26,5 miliar.
Menurut NasDem, naiknya anggaran TGUPP seharusnya bisa meringankan kinerja Anies mengatasi permasalahan di Jakarta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved