Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BOGOR Street Festival (BSF) Cap Go Meh (CGM), yang merupakan ajang dan pesta budaya dan kesenian rakyat kembali digelar di Bogor.
Sama seperti sebelum-sebelumnya, kegiatan tahunan ini akan berlangsung di sepanjang Jalan Suryakencana, Kota Bogor. Perayaan itu digelar pada Selasa (19/2) mulai pukul 15.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.
Kali ini penyelenggara mengambil tema kemasan Katumbiri yang mengandung nilai keindahan dalam keberagaman.
Katumbiri dari bahasa Sunda, berarti pelangi yang diharapkan dapat menjadi semangat bersama warga Bogor, untuk Indonesia dalam merawat keberagaman.
Ketua Pelaksana Bogor Street Festival - Pesta Rakyat CGM 2019 Arifin Himawan mengungkapkan aksi budaya ini merupakan penegasan atas nilai persatuan bangsa yang selalu dijaga Kota Bogor.
Menurutnya, perpaduan warna-warni pelangi yang biasa dilihat menghiasi langit setelah hujan, mengibaratkan persembahan indahnya persatuan, kekayaan budaya dan kebersamaan warga Bogor, yang juga dikenal sebagai Kota Hujan.
"Ini menjadi bukti bahwa semangat pluralisme, nilai toleransi dan kekayaan budaya yang diperlihatkan Kota Bogor sangat efektif mempersatukan warga. Ini juga sebuah fakta betapa masyarakat kita sangat dewasa menjaga kebangsaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegasnya.
Baca juga: MCM Minta Masjid tidak Dijadikan Tempat Penyebaran Hoaks
Arifin Himawan memaparkan, keseruan seni karnaval dan gempita di panggung pertunjukan akan disuguhkan sepanjang event ini berlangsung.
Sambil menunggu seremonial pembukaan, BSF 2019 akan menyajikan berbagai pertunjukan seperti angklung, drumband, aksi bedug khas Banten dan hadroh.
"Aksi budaya mulai dikembangkan sebagai bagian dari destinasi pariwisata. Sehingga kita bisa melihat event ini merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan dalam dan luar negeri,” jelas Arifin.
Itu juga sebabnya, dunia pariwisata dan ekonomi kreatif selalu terdorong bersama penyelenggaraan BSF 2019.
Tidak hanya itu, sebagai bentuk kemajemukan pesta rakyat, gelaran budaya ini secara khas selalu dibuka dengan doa dari 6 pemuka agama.
Tidak kurang dari 45 pengisi acara dari sanggar, komunitas dan organisasi kemasyarakatan ikut memeriahkan helaran budaya tahunan ini.
Pengisi acara itu terdiri dari 27 peserta karnaval, 18 pengisi acara di panggung Suryakencana dan Hotel 1O1 dan melibatkan sekurangnya seribu pelaku seni dan budaya. Di berbagai venue itu, masyarakat dapat menyaksikan penampilan tari-tarian, hiburan rakyat, wisata kuliner, musik, paduan suara, agklung hingga pemutaran film pendek.
Dari Jawa Barat, akan hadir kesenian dari Ciamis, Indramayu, Sumedang dan Kabupaten Bandung. Sementara kekayaan nusantara akan menghadirkan kesenian khas Papua, Bali, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.
Peserta karnaval juga akan dimeriahkan dengan persembahan budaya dari negara sahabat India, melalui perwakilan seni-budaya dari Jawaharlal Nehru Indian Cultural Centre (JNICC). Selain itu juga ada partisipasi kesenian dari Tainan City.
Warisan Bangsa
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan Bogor Street Festival bukan kegiatan keagamaan, ritual keagamaan, melainkan kegiatan budaya.
Bima mempertegas itu untuk menjawab penolakan BSF CGM, yang dikeluarkan sekelompok orang yang tergabung di FMB (Forum Masyarakat Bogor), beberapa waktu lalu.
Pihaknya dengan jajaran muspida (musyawarah pimpinan daerah) lainnya, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), langsung menyampaikan penjelasan dan klarifikasi.
"Bahwa Bgor Street Festival bukan kegiatan keagamaan, tapi budaya. Pernyataan itu betul , tapi tidak lengkap. CGM bukan hanya peristiwa budaya, tapi ini warisan bangsa. Bukan hanya budaya dalam arti kesenian atau tradisi atau turun- temurun yang bisa dinikmati. Tapi ini warisan bangsa," ungkap Bima.
Dia juga menegaskan bahwa CGM adalah ajang budaya pemersatu bangsa, dari Bogor untuk Indonesia, untuk bangsa.
"Saat ini bangsa kita tengah diuji dalam kontek komitmen kita menjaga kebersamaan dalam keberagaman. Masih banyak kelompok orang yang tidak berani menyuarakan keberagaman, karena ada kepentingan politik dan lain-lain. Padahal ini teurun-menurun. Kalau kita tidak tegas oleh kelompok intoleran. Mau kemana Bogor. Mau kemana bangsa ini," terangnya.
Dia pun mempertegas, CGM steril dan tidak bicara politik, tapi keberagaman.
"Kenapa kita kawal secara maksimal oleh muspida, tokoh masyarakat, LSM, inohong, oleh semua. Inilah yang kita jaga. Bukan tariannya, buka dalangnya, tapi semuanya. Sekali lagi, ini dari Bogor untuk Indonesia," pungkasnya. (OL-2)
Dihadiri dan dibuka langsung oleh GM Manager Hotel Borobudur Jakarta Mr. David Richard, Direktur Jakarta International Hotel & Development (JIHD) Agung R. Prabowo, dan Cindy Gu.
Sebanyak 15 Toa Pek Kong diarak berkeliling menggunakan joli.
Pertunjukan Egrang di tengah perayaan Cap Go Meh juga menjadi pusat perhatian pengunjung. Bahkan sebelum barongsai unjuk kebolehannya, para pengunjung tertarik menonton aksi joget ria Egrang.
Diawali dengan tarian Katumbiri, yang juga jadi tema BSF CGM 'Pesona Katumbiri', sejumlah orang menari dengan membawa kain warna warni dalam bentuk payung besar yang menggambarkan pelangi, keindahan di balik keberagaman.
Keluarga dari Presiden periode 1999 hingga 2001 yang hadir ialah Sinta Nuriyah, Yenni Wahid, dan Anita Wahid.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved